Di tengah kesibukan kuliah, biasanya saya berusaha curi waktu untuk nikmati "refreshment" dengan membaca sejumlah majalah "aneh" yang saya sukai sejak lama, seperti Atlantic Monthly, Harper's, dan The New Yorker. Tadi malam, saya menikmati kesempatan yang sangat istimewa, yaitu menghadiri peringatan 1,5 abad terbitnya majalah Atlantic Monthly di sebuah gereja milik jemaat Unitarian-Universalist di seberang kampus Harvard, yakni First Parish Church.
Bagi masyarakat
Umumnya, majalah “budayawan" terbit di kawasan Manhattan, NY, seperti New Yorker, Harper's, atau New York Review. Atlantic Monthly adalah satu-satunya yang terbit di luar
Selama puluhan tahun, Atlantic berkantor di "down-town"
Sejumlah penulis terkenal yang pernah menulis di Atlantic hadir malam itu, salah satunya adalah Barbara Dafoe Whitehead. Ia dikenal dengan artikelnya yang menjadi bahan pembicaraan di mana-mana pada th 1993, "Dan Quayle was Right". Dan dilanjutkan dengan sebuah buku yang juga sangat terkenal, "Why There No Good Men Left" yang membahas soal sulitnya perempuan Amerika paska generasi "baby boom" untuk mencari suami yang "pas".
James Fallows, penulis "The Fivety-First State" yang terbit 6 bulan sebelum invasi Amerika ke Irak dan menjadi terkenal karena merupakan semacam ramalan tentang sejumlah dilema dan kesulitan yang akan dihadapi oleh Amerika setelah Irak berhasil diduduki. Malam itu, Fallows bercerita panjang lebar tentang proses penulisan artikel itu yang memakan waktu berbulan-bulan, melibatkan wawancara dengan ratusan politisi, intelijen, dan kalangan akademik di
Robert Kaplan nulis artikel pada Februari 1994, "The Coming Anarchy" (http://dieoff. org/page67. htm). Konon, Pres. Clinton menganjurkan seluruh staf gedung putih agar menjadikan artikel tersebut sebagai bacaan wajib. Malam itu, Kaplan datang sebagai pembicara, dan menyampaikan rasa syukur yang tak habis-habisnya kepada pihak Atlantic karena menyediakan ruangan bagi para reporter seperti dirinya untuk nulis reportase yang mendalam, tanpa terjebak dalam kedangkalan reportase media
Dalam perjalanan pulang menuju ke stasiun kereta di Havard Sq, di tengah hujan yang turun tak henti-hentinya sejak sore, saya tak habis menyimpan rasa takjub: bagaimana mungkin sebuah majalah/jurnal terbit selama 1½ abad, menampung gagasan-gagasan besar yang membentuk sebuah bangsa. Saya berkata dalam hati: seandainya jurnal "Perhimpunan Indonesia" yang diterbitkan oleh Mohammad Hatta di Belanda pada th 20an bertahan hingga kini; seandainya jurnal Prisma yang terbit th 70an hidup terus; seandainya, seandainya.
Di negeri saya sendiri, jurnal-jurnal ide bertumbangan, berumur pendek, cepat lapuk, persis sepeti bangunan tua yang sekarang dirobohkan di mana-mana, digantikan pusat-pusat perbelanjaan yang gemerlap. Sebuah bangsa hidup dan bertahan, antara lain, karena ide, karena pertukaran gagasan, karena eksperimen mental--keyakinan yang saya kira dihayati dengan mendalam oleh Ralph Waldo Emerson, seorang romantik besar.