Thursday, September 6, 2007

Chimamanda Ngozi Adichie, Jeritan Nigeria

KOMPAS 14 Juni 2007

Nigeria kaya minyak dan seharusnya bisa menjadi negara yang kaya. Namun negara ini terlilit utang, rakyat mengalami lonjakan harga bahan bakar minyak, dan terjebak konflik sektarian yang tak berujung.


Elite Nigeria memburu kesenangan sendiri, melupakan tanggungjawab sosial. Korupsi pun menjadi ciri utama di negara yang dipimpin oleh Presiden Umaru yar’Adua, pewaris diktarktor militer ini. Nigeria menjadi negara terkorup no. 142 di dunia dari 162 negara (Indonesia no. 130).


Adichie (September 1977) lahir dan dibesarkan di negara ini. Ia marah dan sedih terhadap keadaan ini. Pemberontakan terhadap kemunafikan dan moral elite yang di titik nadir ini, mendorongnya menggoreskan tinta, berisi jeritan hati. Muncullah novel The Purple Hibiscus pada 2003. Novel ini bercerita tentang Kambili (15), perempuan cantik yang rapuh di tengah galaunya keadaan negara. Juga soal kehidupan warga yang fanatik beragama, namun korupsi tetap merajalela.


Novel pertama Adhicie pun dijuluki sebagai Buku Tahun Ini oleh San Fransisco Chronicle. Tak lama kemudian, muncul novelnya berjudul Half of a Yellow Sun. Novel ini bercerita tentang tokoh-tokohnya yang terjebak dalam kisruh politik, dan berusaha mengamankan hidupnya. Dan juga tertulis tentang pertikaian ras, moral, cinta dan pengkhianatan. Novel ini dianugerahi Orange Prize (penghargaan yang diberikan oleh lembaga sastra dari Inggris untuk keaslian cerita fiksi yang ditulis oleh penulis wanita di seluruh dunia), pada Juni lalu dan Adichie dihadiahi 30 ribu poundsterling (sekitar Rp 500 juta). “Ketika saya diberitahu bahwa buku saya menjadi favorit, rasanya seperti mau mampus kesenangan,” ungkapnya.


Ketua juri, Muriel Gray, memuji: “Ini adalah sebuah buku penting yang menggetarkan karya seorang penulis istimewa.” Adichie tak seoptimis karyanya memberi pengaruh, namun ia berharap suatu saat sastra bisa berdampak pada cara berpikir.


Adichie sekarang tinggal di AS, dan ia pun tak memilih cara hidup lain, tetapi terus menulis dan menulis. Ia kini menjadi kebanggaan setiap warga Nigeria di seluruh dunia.

Perpustakaan dan Minat Menulis

Oleh: Anwar Holid, editor Penerbit Jalasutra, eksponen komunitas TEXTOUR, Rumah Buku Bandung.


Universitas sejati saat kini ialah koleksi buku.” ---Thomas Carlyle (1795 - 1881)

ERNEST HEMINGWAY pernah menasihati: tulislah yang engkau ketahui, tapi Arthur Phillips menantang: bagaimana bila penulis tak tahu apa-apa? Jangan khawatir, jawabnya, pergi saja ke Perpustakaan British Museum. Di sana penulis akan diberi tahu segala yang tidak diketahuinya, dan kemudian dia bisa mencoba menuliskannya sebaik mungkin. Juga akan dijawab segala pertanyaan, tak peduli berapa banyak, betapa konyol dan salah, biarpun kotor dan tak masuk akal.


BAYANGKAN ada 22 orang dari berbagai disiplin ilmu masing-masing punya sekitar 15.000 buku. Total menumpuk 330.000 judul. Tapi bagaimana agar orang lain bisa manfaatkan pustaka sekaya itu bila semuanya belum didata - dikatalog, dan tidak terkumpul melainkan 'tercerai berai' di berbagai tempat, kadang-kadang disimpan dalam peti, bahkan satu-dua di antaranya rusak. Buku itu baru bisa diakses oleh orang-orang dekat pemiliknya saja, yang tidak jarang pemiliknya lupa. Idealnya dibangun perpustakaan yang layak untuk simpan dan kelola buku sebanyak itu, dengan aksesibilitas seluas mungkin, dikelola dengan manajemen bagus. Buku baru bermanfaat bila dibaca, dipahami, ditafsir, dianalisis dan dikritik isinya.


Perpustakaan baru bisa dikatakan 'hidup' bila pengunjung makin terikat oleh keberadaannya, makin kerap berkunjung, makin sering meminjam koleksinya. Bahkan tak jarang seorang penulis/peneliti sampai rela tinggal di perpustakaan demi tulisannya. Jean-Paul Sartre atau Jorge Luis Borges adalah contoh terbaik. Di perpus itu mereka menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan membaca, menafsir, menulis, membentuk dunia ideal, dan pada akhirnya dicoba diejawantahkan. Mereka bersentuhan dengan teks dan buku setiap saat, membaui huruf, kertas, debu, udara, ruang, tinta, cover, isi buku, mencoba mencerap isinya. Memang pembaca tidak selamanya mampu menuliskan yang pernah mereka baca---sebab menulis adalah fakultas lain lagi dari seorang manusia---tapi setidaknya membaca bisa diharapkan mampu menumbuhkan syaraf ekspresi manusia, yang bisa diungkapkan dengan cara terbaik sesuai bakat, kecenderungan, latihan, dan juga disiplin.


Perpustakaan bisa berinisiatif mengadakan temu rutin, tawarkan sesuatu yang bisa menarik, inisiasi klub buku, adakan workshop menulis, bekerja sama dengan toko buku, penerbit, atau lembaga lain untuk memberi layanan maksimal. Di perpustakaan seperti itu pengunjung/anggota bisa baca dengan tenang, menulis secara ekstensif, mencari rujukan, dengar musik, nonton film. Mereka membentuk komunitas, memberi denyut kehidupan, napas budaya. Orang rela lakukan apa pun demi mendapatkan buku yang betul-betul ingin mereka baca, ingin dikuras isinya. Penulis butuh buku yang betul-betul mampu menginspirasi, menggerakkan syarafnya untuk mulai menulis.


Sebuah perpustakaan---apalagi bila bagus---layak dipilih sebagai sahabat penulis. Jadikan perpustakaan sebagai tempat nyaman untuk mengisi pengetahuan dan memenuhi kehausan ilmu; pusat orang berinteraksi, dan mencoba beri makna pada kehidupan. [talkshow 'Menggali Potensi Menulis Melalui Minat Baca', UPT Perpustakaan STT Telkom, 15 Des 2004].

Mengerti Puisi

Oleh: Njoo Mee Fang


Puisi adalah bagian dari dunia seni. Dunia seni mengandung berbagai misteri makna yang mendalam. Dunia seni mampu memunculkan secercah keindahan di tengah kebahagiaan ataupun dari kegalauan, amarah bahkan dari kedukaan yang dihayati seorang manusia.


Banyak makna yang tidak bisa dijelaskan dengan runtut kalimat sesuai tatanan logika, meski dalam hati beberapa orang pernah menangkap makna yang sama. Seorang pakar mengatakan,”In physics, we try to explain to each other what nobody has understood before. In poetry you try to describe to others what everybody has known from the beginning.” (Dalam ilmu fisika, kita coba menjelaskan pada orang lain, hal yang sebelumnya tidak dimengerti. Dalam puisi anda coba menjelaskan pada orang lain, hal yang sudah dimengerti sebelumnya).


Keindahan & kepuasan terjadi ketika pembaca berhasil menangkap makna yang dimaksud penulis, seperti menemukan seseorang yang sepaham, yang mengerti kedalaman hati kita. Dalam hal ini berlakulah kalimat, ”Yang mengerti, mengerti. Yang tidak mengerti, tidak mengerti.”


Jadi, cobalah mulai membaca puisi. Niscaya kita makin mengerti makna berbagai sisi kehidupan & cara orang memberi makna pada peristiwa hidup manusia.