Thursday, November 15, 2007

Harry Potter Menambang Emas

Accio Money! Itulah mantra yang digunakan Harry Potter untuk menyihir dunia bisnis para muggle, manusia yang bukan penyihir, di seluruh dunia. Dalam waktu sekejap, miliaran dollar AS mengalir, memenuhio kantong berbagai pihak, mulai dari sang pengarang, Joanne Kathleen Rowling, para penerbit, toko buku biasa maupun jaringan online, hingga studio film dan perusahaan yang membuat produk-produk ikutannya. Harry Potter adalah mesin uang bagi industri kebudayaan populer.


Hanya dalam hitungan jam setelah buku jilid ketujuh dan terakhir diluncurkan, 21 Juli 2007, oleh penerbit Bloomsburry di Inggris, Harry Potter and The Deathly Hallows (HPDH) terjual 2.652.656 kopi. Jumlah ini bahkan lebih besar dibanding seri-seri sebelumnya. Di AS, HPDH telah sampai ke tangan 8,3 juta pembacanya selama 24 jam pertama penerbitannya. Penerbit AS, Sholastic, awal Agustus mengumumkan bahwa seri ketujuh itu telah terjual 8,3 juta kopi, dan menjadikannya sebagai buku yang paling cepat terjual dalam sejarah buku anak di seluruh dunia.


Respons para pembaca atas buku tentang penyihir cilik yang yatim piatu ini memang luar biasa. Di Inggris, para pembaca rela antre di depan tokoh sejak malam sebelumnya untuk memastikan buku tersebut sampai ke tangan mereka. Saat antre, mereka menggunakan berbagai busana maupun atribut yang biasa dipakai para tokoh di buku Rowling: Jubah dan topi sihir, kacamata bulat Harry, maupun tanda luka di kening mereka.


Saat Rowling menulis cerita Harry Potter pertamakali di atas kereta dalam perjalanannya dari Manchester ke London, tak terbersit sedikitpun di benaknya bahwa goresan tangannya itu akan mendulang ketenaran yang menakjubkan. Bahkan naskah pertamanya itu dikembalikan oleh agennya. Agen berikutnya melihat bahwa cerita tentang seorang penyihir anak akan disukai jutaan orang di dunia dari segala usia. Surat tanda persetujuan dari agen kedua itu, Christopher Little, menurut Rowling adalah salah satu surat terbaik yang pernah sampai kepadanya.


Meskipun demikian, masih butuh waktu setahun lagi untuk bisa diterima oleh penerbit Bloomsburry. Saat diterbitkan, “Saat itu adalah momen kedua terbaik yang terjadi dalam hidupku – momen pertama adalah saat kelahiran Jessica, anak pertamaku,” urai Rowling. Tak terduga, seri pertama bukunya, Harry Potter and the Philosopher’s Stone, sangat digemari anak-anak. Buku itu terjual ratusan ribu dalam beberapa bulan saja, dan beredar di hampir 30 negara. Setelah itu tampaknya tongkat sihir Harry Potter bekerja tak terbendung menghasilkan pundi demi pundi ke kantong Rowling maupun penerbitnya.


Seri-seri selanjutnya tak diragukan lagi, menyedot perhatian pembaca di seluruh dunia. Buku Rowling ini telah diterjemahkan ke dalam 61 bahasa di lebih dari 90 negara. Bila dihitung sampai seri ketujuh, karya Rowling ini telah dicetak sebanyak 350 juta kopi. Ini juga menjadikan Rowling (42) ini sebagai perempuan penulis terkaya di Inggris dngan perkiraan penapatan 450 juta dollar AS, lebih tinggi 50 juta dibanding Ratu Elizabeth II.


Harry Potter juga menjadikan pemain-pemain filmnya terdongkrak honornya. Daniel Radcliffe misalnya, dari kontrak dengan Warner Bros, mengantungi tidak kurang dari 50 juta dollar AS dan menjadikannya remaja terkaya di Inggris. Semua angka tersebut menunjukkan bahwa Harry Potter is about making money, karakter pencetak uang. Kalau sudah demikian, logika industri kebudayaan globallah yang mengatur seluruh mesin uang Harry Potter. Tongkat sihirnya tidak lagi diperlukan. [BI Purwantari, KOMPAS, Senin 13 Agt 2007]

Wednesday, November 14, 2007

100 Tahun Herge

Seratus foto Herge superbesar dipajang di City Hall Brussel sepanjang Mei tahun ini. Herge memang telah lama meninggal, tapi ulang tahunnya yang ke-100, 22 Mei lalu, dirayakan amat meriah oleh warga Brussel. Orang ingin mengenang seolah-olah ia masih bersama mereka. Ya begitu banyak hadiah dipersembahkan kepada pencipta Tintin ini.


Bukan hanya masyarakat Brussel yang mengenangnya. Lihatlah, siang itu serombongan turis Jepang bergerombol di Museum Komik Brussel. Kinchi Nami, gadis 23 tahun, jepret sana jepret sini. Setiap detil patung Tintin, Profesor Calculus, dan Kapten Haddock yang berbaju astronot oranye dipotretnya. “Saya baca di koran Jepang kalau ada sejumlah perayaan menjelang 100 tahun Herge. Maka, saya bulan Mei ini berkunjung ke Brussel,” katanya riang.


Saat itu, tepat di hari kelahiran Herge, arsitek Christian de Potrzamparc meresmikan dimulainya proyek museum Herge di Louvain La Neuve. Di kota Tournai, juga akan diresmikan agora di tengah kota yang diberi nama Placé Hergem. Pemerintah Begia sendiri mengeluarkan koin Tintin edisi terbatas dan 25 jenis perangko bergambar sampul 25 komik Tintin dalam 24 bahasa.


Dari semuanya, hadiah ulang tahun terindah mungkin adalah sebuah kontrak film, yang sejak dulu diimpikan Georges Remi – nama asli Herge. Di hari perayaan itu, Steven Spielberg memastikan diri untuk membuat film tentang Tintin.


Herge menginggal akibat leukemia pada 1983. Ketika mati ia telah menyelesaikan 23 petualangan Tintin. Dan si Jambul ciptaannya ini telah menjelajahi hampir separuh bumi: dari ujung savana Amerika sampai daerah bersalju di Tibet. Tintin adalah sosok wartawan yang pernah membuat “kagum” Jenderal de Gaulle, yang mengatakan bahwa, satu-satunya rival internasionalnya hanyalah Tintin.


Tintin boleh dibilang kosmopolitan. Meski selalu berkesan serius, ia mudah bergaul. Teman-temannya tersebar di berbagai belahan dunia. Ada Jenderal Alcazar dari Amerika Selatan, seorang Indian Arumbaya dari Amerika Latin, para syeikh terpandang di Arab. Ia bahkan berpesiar sampai ke bulan. Dalam Penerbangan 714 ia mampir ke Indonesia untuk transit menuju Australia.


Tintin di Rusia, 10 Januari 1929 adalah awal petualangan Tintin. Edisi itu laris tak terduga. Sejak itulah petualangan Tintin merambah ke Kongo, Amerika, Mesir, Arab, dst. [TEMPO, Juni 2007].

Thursday, November 8, 2007

400

Kalau anda menduga ini ada hubungannya dengan judul cerita film 300, maka anda salah besar. Apalagi kalau anda menduga ini adalah judul lanjutan dari film 300, maka anda sudah salah besar, malu-maluin dech.

Apaan 400? Begini lho, aku mendengar seorang novelis bercerita bahwa dia menulis novel dengan 100.000 kata. Maka kalau dia mendisiplin dirinya dengan menulis hanya 400 kata setiap hari (seminggu dalam 5 hari menjadi 2.000 kata) maka novel 100.000 kata akan dapat selesai dalam waktu 50 minggu.

Ini kalau anda menulis hanya 400 kata, kalau anda menulis 800 kata maka proses kepenulisan novel tersebut akan semakin pendek separuhnya, dan total penulisan hanya menjadi 25 minggu alias kira-kira 6 bulan atau setengah tahun.

400 kata kalau diketik dalam program Microsoft Word dengan 2 spasi maka hasilnya kira-kira hanya 2 halaman. Kalau 800 kata ya tentu menjadi sekitar 4 halaman. Misalnya saja 400 kata, wah masa 2 halaman per hari kagak bisa sich?

Khaled Hosseini dalam novel terbarunya A Thousand Splendid Sun, kira-kira menulis 103.700 kata. Jika ditulis dalam program Microsoft Word dengan 2 spasi di atas kertas folio A4 akan menghasilkan sekitar 438 halaman.

Tapi kalau kita berangan-angan, wah apa begitu mudah ya menulis novel itu? Sehari 2 halaman. Lah wong aku menulis blog ini aja sampai disini baru berjumlah 210 kata. Maka wejangan penulis kondang lainnya mengatakan untuk membuat outline, kerangka atau frame. Supaya kagak lupa cerita besarnya itu gimana. Dan tidak membingungkan supaya alur cerita yang mau ditulis juga mengalir dengan baik serta enak dibaca oleh pembaca.

Dalam pembuatan kerangka atau outline juga ada penulis yang menentang dikarenakan seakan frame itu membatasi ide menulisnya. Tergantung juga. Kalau ada penulis yang bisa cermat mengingat di kepalanya tentang apa mau diceritakan dalam novelnya, tanpa harus membuat outline, ya monggo aza.

Wednesday, November 7, 2007

Layang-layang Terbang

Ini bukan judul puisi lah. Cuman pengen aja beri judul pakai kalimat Indo dari buku The Kite Runner. Buku lama (1-2 tahun yang lalu ?) yang pernah aku lihat di toko buku terbesar di kotaku. Yang menarik penglihatanku tentang buku itu bukan gambar cover-nya atau judulnya. Tetapi nama pengarangnya. Yang timur tengah banget menurutku. Khaled Hosseini.

Maka dengan penasaran aku mulai baca. Apa bagusnya sampai dikatakan sebagai New York Times Bestseller. Kemudian aku membaca kata pengantarnya. Yang sampai hari ini aku cukup mengingatnya. Khaled mengakui kalau naskah tersebut dia tulis untuk dirinya sendiri. Mungkin jika selesai menulisnya dia hanya akan menunjukkan pada istrinya Soraya. Setelah itu mungkin hanya akan mendarat di pinggir pojok garasinya sebagai suatu karya tulis yang hanya setempo saja dan tak akan banyak orang yang tahu atau membacanya.


Tentu sudah banyak pengamat pembaca buku yang telah menulis tentang buku ini. Aku bukan mau ikut-ikutan, tetapi waktu aku membaca kata pengantarnya, aku merasa bahwa buku itu ditulis dari pengalaman sang penulis yang sebenarnya. Ada rasa ketulusan keiklhasan dalam menceritakan pengalaman hidupnya. Melalui ingatan (memory) kehidupannya yang dialaminya selama di Afghanistan sebelum penjajahan Uni Soviet.


Khaled sebelumnya hendak menulis tentang Taliban, tetapi dia merasa bahwa banyak penulis yang telah menulis tentang Taliban yang lebih berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang jauh lebih banyak dari dia. Maka dia hanya memulai menulis ‘Afghanistan’ dari pengalamannya. Yang cukup mengalir. Enak untuk dinikmati.


Khaled juga memberikan suatu wawasan yang ‘baru’ kepada pembaca tentang Afghanistan yang selama ini hanya dianggap sebagai tanah air Taliban penyebab teror. Meski dia kini tinggal dan hidup di negara paman Sam, yang dijumpainya sangat berbeda antara Los Angeles dan Kabul.


Afganistan sebelum penjajahan Uni Soviet mungkin masih lebih baik daripada pendudukan Taliban saat ini, menurut Kahled. Melalui The Kite Runner, Khaled juga ingin pembaca mengerti bahwa Afghanistan yang ’sebenarnya’ adalah negara yang cinta damai dan indah. Kenangannya tentang Afghanistan bagaikan layang-layang yang terhembus mengikuti arah angin. Bagai Amir yang telah mengkhianati Hassan, sahabat baiknya semasa kecil. Yang telah meninggalkan Hassan begitu saja ketika Hassan diperkosa.


Rasa bersalah pun mengiringi Amir. Menipu diri, menjadi pengecut, tak mengingat masa lalunya adalah satu-satunya pilihan. Seperti layang-layang putus, sebagian dari dirinya terbang bersama angin. Masa lalu yang terkubur senantiasa menyeruak kembali. Hadir membawa luka-luka lama. Dan seperti layang-layang, tak kuasa menahan badai, demikian Amir harus menghadapi kenyataan yang mewujud kembali.


Buku yang indah seperti apa adanya ditulis Khaled Hosseini dengan baik, sehingga tidak heran telah dibaca oleh pembaca dalam 42 bahasa. Keindahan buku ini bukan saja terasa ketika dibaca, bahkan hingga buku ini selesai dibaca, keindahan itu rasanya masih tertinggal di hati.


The Kite Runner buku Khaled Hosseini yang pertama dan menjadi sukses besar. Dan buku pertama yang ditulis oleh orang Afghanistan dalam bahasa Inggris. Tahun 2007 Dreamworks telah memproduksi The Kite Runner menjadi sebuah film. Dari banyak pengkritik film, ada satu yang menarik.


Film yang ditonton tidaklah seperti yang diimajinasikan oleh pembaca. Memang tidaklah mudah, adaptasi dari sebuah buku ke layar perak. Pengkritik film lainnya juga mengatakan bahwa bagi penonton film disarankan untuk membaca novelnya terlebih dahulu untuk lebih mengerti film yang ditonton.


Khaled juga seorang penulis yang berani menceritakan tentang Afghanistan dari sisi lain, yang tentu akan tidak menyenangkan bagi otoritas di Afghanistan pada saat ini. dikabarkan pemutaran film yang seharusnya sekitar bulan Oktober ditunda menjadi pada bulan Desember 2007, dikarenakan kekuatiran akan adanya unjuk rasa yang dapat terjadi di Afghanistan (meski rencana distributor tidak akan memutar film tersebut di Afghanistan, tetapi dikuatirkan DVD bajakan akan bermunculan disana) dan akan membahayakan keselamatan para pemain filmnya (konon beberapa pemain film pemeran ‘Amir - Hassan waktu kecil’ berasal dari Kabul Afghanistan).

Friday, November 2, 2007

Penulis Film dan Televisi Hollywood Mogok Kerja

Jika tidak ada hasil perundingan yang menguntungkan keduabelah pihak maka tanggal 5 Nopember 2007, para penulis skenario film dan televisi Hollywood akan mogok menulis. Hal ini akan mengakibatkan suatu kemunduran industri dalam perfilman atau pertelevisian Amerika. Karena para serikat buruh yang membawahi para penulis skenario tersebut akan mogok berhenti menulis sampai perundingan membawa hasil yang positif.

Akibat dari dampak mogok tersebut akan banyaknya acara-acara perbincangan televisi (seperti “Late Show With David Letterman”, “The Daily Show With Jon Stewart” “The Colbert Report,” “Late Night With Conan O'brien” and “The Tonight Show With Jay Leno”) akan dihentikan dan akan memutar kembali rekaman pertunjukkan tersebut waktu aksi mogok berlangsung. Film televisi seperti "Heroes" "Desperate Housewives" atau "24" juga akan dihentikan tanpa tahu kapan akan diproduksi kembali. Bahkan pembuatan film layar perak seperti “Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull” atau "Transformers 2" juga terkena dampaknya, dikabarkan macet produksi.

Penulis naskah biasanya digambarkan sebagai penulis dengan tempat yang kumuh, mengetik naskahnya sambil menghisap rokok dan menghirup kopi hitam kentalnya. Kemudian mengetik kembali dengan suara mesin tik-nya yang membisingkan. Gambaran itu rasanya sudah tidak berlaku lagi.

Penulis naskah layar kaca atau bioskop mungkin tidak seterkenal penulis fiksi atau novel populer seperti Dan Brown atau Robert Ludlum, tetapi profesi pekerjaan mereka menghasilkan pendapatan yang tidak kecil, apalagi jika pertunjukkan di televisi atau film menjadi nomer satu atau box office. Tidak jarang penulis naskah adalah sarjana-sarjana S1 atau S2. Dan sekarang dengan aksi mogok ini semakin menunjukkan betapa berpengaruhnya para penulis naskah tersebut dalam industri perfilman. Meski mereka hanya bekerja di balik layar.

Mungkin bukan saja para produsen film yang kena dampak ini, tetapi seluruh pekerja dalam industri film akan kena dampaknya - jika produksi berhenti maka pekerjaan pun akan berhenti, berarti akan banyak pekerja di indutri film akan dirumahkan. Termasuk para bintang film yang mendapat jutaan penghasilannya untuk bermain di film mungkin harus ikat pinggang sementara. Demikian juga para produksi dan bintang film yang di produksi di luar Amerika, selama produksi itu memakai para penulis naskah Amerika.

Para anggota penulis naskah Amerika (Writers Guild of America) berjumlah 12.000 orang menyatakan 90% setuju akan aksi mogok kerja itu. Demikian pula dengan serikat buruh (union) para aktor yang menyatu dalam serikat buruh Screen Actors Guild berjumlah 135.000 anggota juga menyatakan positif dengan aksi mogok tersebut.

Mengapa mogok menulis? Apalagi kalau bukan alasan duit. Para penulis naskah televisi dan film menuntut untuk mendapatkan hak royalti dari hasil penjualan film/ televisi melalui DVD, internet bahkan handphone (henpon). Tentu saja para distribusi film menolak tuntutan tersebut. Maka sekarang tibalah adu kekuatan siapa yang lebih "berkuasa" Para produsen dan distributor itu atau para penulis naskah?

Aksi mogok para penulis naskah televisi dan film Hollywood bukan hal yang pertama kali, karena mereka pernah melakukan aksi yang sama pada tahun 1988 selama 5 bulan dan merugikan industri perfilman Hollywood sebanyak 500 juta dolar. Luar biasa kekuatan para penulis naskah tersebut dalam naungan serikat buruhnya. Yang mungkin tak terbayangkan oleh penulis naskah di negara-negara lain. Apalagi di tanah air tercinta?