Monday, August 27, 2007

Menulis Disiplin

Oleh: Peter Purwanegara


Percaya atau tidak untuk belajar disiplin itu susah. Apalagi kalau kita sedang sibuk. Dan hal ini berkenaan dengan disiplin menulis. Karena bagaiman kita dapat menulis kalau kita tidak menyisihkan waktu kita untuk menulis. Mungkin banyak orang akan berpikir itu kan gampang (mudah) tinggal buat jadwal terus laksanakan kan beres. Tetapi yang terjadi di lapangan adalah lain. Apalagi jika menulis bukanlah priotitas utama kita. Atau kata lainnya cuma sambilan.


Dari riset pribadi apakah hal ini berkenaan dengan disiplin pada umumnya, secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari? Jika jawabannya ya, maka dapat dihubungkan pula bagaimana kadar disiplin kita pada waktu kita mulai mengerti akan disiplin pada usia muda. Dan tentu mungkin hal ini dapat dihubungkan dengan bagaimana sistim keluarga melakukan disiplin. Tetapi di sini kita tidak akan membahas tentang disiplin secara kebiasaan umum dan psikologinya tersebut.


Lawan disiplin adalah tidak disiplin atau boleh dibilang kemalasan. Kita ingin menjadi seorang penulis yang handal tetapi tidak pernah menyediakan waktu untuk menulis dengan disiplin juga percuma. Sama seperti seorang atlit bulu tangkis misalnya, meskipun dia mempunyai bakat yang luar biasa dalam olahraga bulutangkis tetapi tidak pernah disiplin latihan (latihan dilakukan ketika ada waktu atau pengen latihan aja, jika tidak pengen, tidak latihan) maka dia tidak akan dapat menjadi seorang atlit bulutangkis yang handal. (mungkin dia masih dapat bermain bulutangkis tetapi dia tidak akan pernah menjadi nomer satu).


Menulis juga sama. Menulis dibutuhkan latihan. Mungkin saja kita mempunyai banyak ide cerita yang luar biasa tetapi tidak pernah melatih tulisan kita. Maka banyak kali diketahui hasil tulisan kita akan terasa kaku, sulit dibaca/ dicerna/ dimengerti, kurang komunikasi dengan pembaca.


Melatih menulis seperti mengasah pisau untuk menjadi tajam ketika digunakannya. Melatih menulis membiasakan diri untuk mengekspresikan ide-ide dalam kata-kata. Hal ini akan memudahkan kita ‘menangkap ide’ yang akan dituangkan dalam tulisan. Melatih menulis juga dapat mengevaluasi tulisan kita. Melatih menulis adalah proses belajar dari teori-teori yang pelik kedalam dunia praktisi, tanpa harus melihat prosedur teori lagi (setiap kali menulis tidak perlu membuka kamus teori kepenulisan). Melatih menulis akan memperkaya pengalaman menulis. Melatih menulis akan melatih sensitifitas kita terhadap banyak masukan dan pembetulan. Dan mungkin masih banyak lagi manfaatnya.


Jadwal yang dibuat selayaknya ditepati dan dilakukan. Mungkin dapat dilakukan dalam setengah jam dalam satu hari. Apa yang dapat diperoleh dalam setengah jam menulis? Bagi beberapa orang akan kesulitan dalam setengah jam harus dapat menulis 100 kata misalnya. Apa lagi mendapatkan ide. Setengah jam akan cepat berlalu begitu saja. Pertama-tama mungkin akan sulit melakukannya, tetapi dengan sabar lakukan terus. Menjadi kebiasaan yang baik


Pakar penulis menganjurkan, jika belum biasa mendapatkan ide secara cepat, tulislah seperti jurnal/ buku harian, atau tuliskan apa yang telah anda lakukan setengah jam yang lalu. Tulis apa adanya sesuai dengan tujuan yang telah dibuat. Memang tidak semua orang dapat menangkap ide dengan cepat, tetapi ada penulis yang telah mendapat ide, lalu ditulisnya secara kesimpulan di buku catatan kecil, PDA, atau kertas lainnya. Lalu setiap hari ide tersebut akan dikembangkan dengan ditulis dalam waktu setengah jam. Dan dilanjutkan esok harinya demikian selanjutnya. Jika kita mempunyai lebih banyak waktu hari itu, kita dapat melakukan sampai kita merasa bosan dan dilanjutkan esok harinya.


Catat semua kegiatan kita dalam kalender untuk memacu disiplin kita. Terakhir tentu kembali ke diri kita masing-masing. Seberapa besar kemauan kita untuk menulis. Dan tidak lupa wajib membaca merupakan hukum utama bagi penulis. Dengan membaca akan dapat menyegarkan otak kepala yang telah jenuh dan memberikan ide-ide yang baru.[Vancouver 1 Juli 2007]

Jenny S. Bev: Menulis Karena Cinta

NYATA, April 2007


Jennie hanya sedikit wanita Indonesia yang menembus dunia penulisan di AS. Sejak 1994 hingga kini, ia telah merampungkan 1000 artikel dan 60 buku. Karya-karyanya tersebar si AS, Kanada, Eropa, Singapura dan Indonesia.


Gara-gara Krismon 1997 Lulusan Fak. Hukum UI, Jakarta ini merantau ke Amerika. Setelah gonta-ganti pekerjaan, ia memantapkan diri menjadi penulis dan editor. Ia sebenarnya paling berkesan dengan tulisannya tentang motivasi. “Sedikit membuat dunia lebih baik dari hari kemarin, dan merasa terobati dengan menyentuh hati orang lain serta merasa berguna bagi sesama” ujarnya. Dalam satu hari ia bisa menyelesaikan berpuluh-puluh halaman tampa lelah sama sekali, malah rasanya puas sekali karena bisa mengeluarkan uneg-uneg. Sedang kalau menulis artikel ilmiah yang menggunakan banyak data, setelah menulis ia biasanya langsung teler dan mau bobok saja.


Jennie tidak punya waktu khusus untuk menulis. Bisa kapan saja. Bisa waktu di Starbucks, mau tidur, dsb. Ia mengaku jarang mengalami kemacetan berpikir. “Mungkin sudah terasah dan terlatih. Tinggal beri topik, saya sudah bisa langsung jalan, bahkan lari.”


Buku Jennie yang diterbitkan di Indonesia ada 2 yaitu: “RAHASIA SUKSES TERBESAR” (termasuk buku terlaris di sini) dan “MINDSET SUKSES: JALUR CEPAT MENUJU KEBEBASAN FINANSIAL”. “Saya selalu ada buku yang sedang digodog, tidak pernah tidak ada. Pasti ada karena niat saya menulis 100 buku paling minimal. Kebanyakan buku-buku bisnis dan motivasi, mengapa? Karena bagi saya yang penting adalah keseimbangan bisnis dengan kemanusiaan, tidak baik hanya salah satu saja.”


Seluruh hasil royalti penjualan buku RST disumbangkannya untuk anak-anak yatim piatu. Sedang Jennie sendiri berfilosofi: “Saya menulis karena cinta, saya berbisnis karena kebutuhan hidup, saya bekerja sosial karena kasih kepada kemanusiaan.”


Ia berencana balik ke Indonesia sekitar 2 tahun lagi. Ia sudah menerima beberapa penawaran yang bagus-bagus, termasuk menjadi salah satu editor-in-chief majalah besar dan menjadi rektor atau dekan universitas. Tapi ia belum jawab.


SUKSES menurutnya adalah “pola pikir, bukan tujuan atau pun perjalanan. Sukses sudah ada dalam diri. Lakukan terbaik setiap hari sampai tetes terakhir, belajarlah sepanjang hayat.” Dan orang yang paling berpengaruh bagi hidupnya adalah kakeknya, yang mengajarkan memberi tanpa pamrih. Kakek Jennie pernah membelikan satu rumah untuk sahabatnya, padahal saat itu almarhum sendiri belum punya rumah.