[TEMPO, 10 Juni 2007]: Di usianya ke-95, Surastri Karma Trimurti hanya berbaring di atas ranjang kayu berwarna coklat. Hampir dua tahun ia menetap di kamar berukuran 2 X 3 meter persegi bercat putih di daerah Caman, Bekasi. Makan bubur dan minum dilayani seorang pembantu.
Trimurti sangat lemah. Ia tidak mampu mengangkat kepalanya dari bantal, juga sulit membuka kedua matanya. Yang lebih menyedihkan, kedua tangannya diikat di sisi tempat tidur dalam posisi merenggang ke samping. “Itu karena ibu suka menggaruk, dan bila menggaruk, kulitnya yang telah tipis bisa berdarah,” kata Heru Baskoro (65), putra keduanya.
S.K. Trimurti adalah kolumnis yang dikenal hingga 1960-an. Namun sejak 1991, di usia 79 tahun, ia tak sanggup lagi menulis. Kini kumpulan tulisannya yang pernah dimuat di berbagai media massa sepanjang 1939-1991 telah dibukukan. Dari buku ini, kita sudah bisa membayangkan stamina dan kemampuan perempuan ini.
Ia mulai menulis di usia 21 tahun. Oleh Soekarno, ia diminta membantu Sanusi Pane mendirikan sekolah dan menulis di Fikiran Ra’jat. Ketika Soekarno dipenjarakan dan Fikiran Ra’jat ditutup, ia diperingatkan polisi pemerintahan jajahan: “… Nona masih anak-anak, lebih baik nona meneruskan sekolah saja, daripada dihasut Soekarno.”
Ia kembali ke Klaten. Di sana ia menjadi pembantu tetap untuk surat kabar Berdjoeang. Hijrah ke Solo, ia mendirikan majalah Bedug, majalah perjuangan, yang untuk memperluas pembacanya kemudian diganti nama dengan Terompet. Lalu di Yogya, ia memimpin majalah Marhaeni, dan ia pernah di penjara karena menyebarkan pamflet Marhaen. Setelah bebas, ia ke Semarang dan bergabung dengan harian Sinar Selatan dan Suluh Kita. Tulisannya sering dianggap membahayakan penjajah Belanda. Dan ia bolak balik keluar-masuk penjara saat penjajahan Jepang, namun ia tidak kapok berjuang lewat tulisannya. “Saya bisa membuat tulisan dalam sepuluh menit,” kata Trimurti waktu itu. “Saya termasuk penulis cepat.”
Kini wanita perkasa itu berbaring lemah. Tapi ingatannya terlihat selalu berdenyut aktif. Ia tiba-tiba sering melantunkan lagu berbahasa Belanda atau Jawa. Kadang ia mengingau seolah-olah tengah berdialog dengan Soekarno, seolah-olah pemimpin bangsa itu di depannya.
BERITA TERKINI:
[KOMPAS, 10 Sept, 2007]: Trimurti kini dirawat di RS PGI Cikini, Jakarta. Mantan mentri perburuhan ini tenggelam dalam dunianya yang sunyi, entah di mana. Sesekali ia kembali dan menggumamkan tembang, ilir ilir lir ilir….
No comments:
Post a Comment