Siapa yang tidak kenal sosok ini? Banyak! He.. he… tapi pasti banyak yang lebih kenal dia daripada kenal kita yang rata-rata ini, tul nggak?! Lha wong beliau ini mantan Pemred majalah bulanan nasional: BAHANA, penulis buku, gembalai ribuan jemaat, seminar
sana khotbah sini, diundang ke situ diajak ke sono. Tapi nampaknya yang paling penting bagi Xavier (X) ini adalah ia dikenal oleh Tuhan, ya tho?!
X yang berpasangan dengan F (Fransiska X Susana) ini, memunyai keturunan Y (Yosafat) dan beberapa anak angkat seperti: S (She Khang di Perth), M (Melinda di Melbourne) dan E (Elizabeth di Surabaya).
Lucunya, X yang tenar ini malah berkata: “Saya belum menyumbangkan apa-apa yang berarti. Saya bahkan belum bisa mencapai standar yang Watchman Nee (dalam NORMAL CHRISTIAN). Untuk menjadi orang Kristen normal saja kita harus berjuang keras karena harus melakukan seluruh perintah Allah. Yang tidak, berarti tidak normal. Jadi, bagi saya, yang penting saya lakukan apa yang Tuhan percayakan kepada saya. His Way dan His Time, bukan My Way dan My Time.”
Tapi X punya obsesi ini, “menulis 100 buku dengan judul 100 di depannya. Tetapi itu masih jauh, karena baru ada 7 buku saya dengan judul 100 di depannya. Karena terobsesi dengan angka 100 ini seorang wartawan koran di Jakarta menyebut saya dalam tulisannya, “Mr. 100 Kisah”, sedangkan seorang kepala editor penerbitan buku menyebut saya “King of Stories” ada-ada saja. Bagi saya sebutan itu jauh panggang dari api. Namun, untuk joke bolehlah sekaligus untuk cambuk bagi saya. Menanggapi guyonan seperti itu, biasanya saya balas, “Saya mau menulis buku 1000 kisah yang menguras kantong Anda. He, he, he, karena kalau 1000 kisah kan tebal dan harganya pasti mahal.”
Sementara itu, ia masih ingin menulis buku berjudul: “GOD’S MASTERPIECE: YOU! Karena itu saya meminta salah satu sobat kental saya Wawan untuk menulis buku itu atau nulis bareng saya. Bagi saya siapa pun yang menulis buku itu sama saja. Yang penting terwujud. Saya ingin setiap anak Tuhan tidak pernah minder karena kita adalah bangsa yang terpilih, imamat rajani, … tolong lanjutkan yang lebih lengkap.”
Pengagum temannya sendiri (Andreas Harefa, Paulus Winarto dan Benny Santoso) ini, menyeru: “Kita terbiasa dengan budaya lisan, sehingga budaya tulis itu masih Utopia Land. Itulah sebabnya saya senang ‘memprovokasi’ orang untuk menulis, apalagi hamba-hamba Tuhan. Jangan hanya jadi jago mimbar tetapi melempem di dunia tulis-menulis. Gereja harus sering-sering membuat pelatihan tulis-menulis. Bulan lalu gabungan 4 kampus mengundang saya untuk menyampaikan 1 sesi seminar bagaimana menulis buku. Geli, untuk menulis buku diperlukan lebih dari itu. Tetapi it’s oke. It is a good start! Ketika menjadi Pemred BAHANA, saya adakan pelatihan jurnalistik terus-menerus selama 3 tahun. Kini tidak ada lagi. Mungkin visi atau kesibukannya sudah lain.”
Tapi tentang saat-saat menulis, X menjerit “Sangat bergairah. Bahkan ketika dikejar deadline dan hormon Adrenalin saya meningkat pesat, saya bisa menulis seperti kereta Shinkanzen di Jepang dan TGV di Perancis. Di Sydney, pk. 1 dini hari, saya lupa ada deadline untuk kolom mingguan saya di sebuah tabloid. Saat diingatkan, saya langsung menuju meja komputer dan menulis serta mengirimkannya saat itu juga. Peristiwa kedua. Saya asyik belanja di Wal-Mart, dan saya di-sms kalau tulisan saya belum masuk. Saya segera menuju perpustakaan sebuah kampus, mencari hotspot dan mengirimkan tulisan dari sana.”
Wahai pembaca AEIOU, inilah pesan beliau yang harus kalian camkan! “Jika Anda sudah hobi membaca, Anda tinggal satu langkah lagi untuk hobi menulis. Belajarlah menulis dengan menulis! Kiranya damai sejahtera Tuhan Yesus Kristus yang melebihi akal itu akan memampukan Anda menjadi penulis!” (&) David Andreas