Hernadi Tanzil adalah nama yang belakangan ini akrab di kalangan pencinta buku, khususnya sastra (fiksi). Bukan, ia bukan penulis fiksi. Ia bahkan belum pernah satu kalipun menulis cerpen (cerita pendek). Tetapi ia seorang pelahap buku yang rakus. Nyaris segala rupa buku dikunyah, ditelan, kemudian "dimuntahkannya" kembali dalam bentuk resensi. Ya, pria bertubuh jangkung yang kerap disapa dengan Tanzil saja ini, adalah penulis resensi.
Tulisannya telah banyak mengisi kolom-kolom resensi buku di koran- koran dan majalah. Kepada PARLE, ayah dari Sherine Analicia (6) ini
berkenan membagi kisahnya.
Sejak di Sekolah Dasar, ia telah senang membaca. Sepanjang ingatannya, buku pertama yang dibacanya adalah komik Petruk & Gareng. Selanjutnya, ia juga membaca majalah Bobo, komik Mahabarata karya R.A.Kosasih, komik-komik karya Ganes Th, Lima Sekawan, Agatha
Christie, dan masih banyak lagi lainnya. Barulah ketika di SMP-SMA, ia berkenalan dengan karya-karya sastra klasik terbitan Balai Pustaka.
"Tapi, saya baru benar-benar serius membaca buku sastra yang
sesungguhnya saat saya mulai bergabung dengan beberapa milis
perbukuan", ujarnya, "Tepatnya pada tahun 2000, ketika saya untuk
pertama kalinya ikut milis Pasarbuku", tambah Tanzil sembari
mengingat-ingat.
Sejak itulah Tanzil lantas aktif menulis resensi. Mulanya, hanya
berupa komentar-komentar singkat tentang buku yang dibacanya.
Ternyata, tulisannya menarik perhatian redaksi majalah Djakarta!
Magazine. Ia lalu mendapat tawaran untuk mengisi rubrik resensi di
malajah tersebut. Buku pertama yang diresensinya yaitu Siddharta
(Herman Hesse).
Sejatinya, Tanzil telah senang menulis sejak SMP. Tak mengherankan jika ia mengaku bahwa pelajaran favoritnya adalah Bahasa Indonesia. Ada pengalaman paling berkesan bagi penggemar karya-karya Pramoedya Ananta Toer ini semasa SMP. Waktu itu, guru bahasa Indon
esianya memberi tugas menulis rangkuman buku Layar Terkembang (Sutan Takdir
Alisyahbana). Dan ia mendapat nilai bagus disertai komentar "sangat memuaskan!" dari sang guru.
Kini, pemilik tubuh berbobot 78 kg dan tinggi 173 cm ini, telah
menjadikan pekerjaan menulis resensi sebagai sebuah "kewajiban".
Setidaknya, ia mengharuskan dirinya membuat satu resensi setiap
minggunya untuk diposting di blognya : (
www.bukuygkubaca.blogspot.com) serta milis-milis yang diikutinya, antara lain : Pasarbuku dan Apresiasi Sastra. Cukup banyak juga
resensi yang sudah dibuatnya. Mendekati angka 100!
Selain imbalan materi, berkat ulasan-ulasannya, Tanzil juga sering
mendapat kiriman buku-buku gratis dari berbagi penerbit yang ingin
bukunya diresensi. Sudah pasti hal itu membuatnya senang. Namun,
saking banyaknya buku yang diterima, kadang-kadang ia jadi pusing
juga melihat tumpukan buku-buku tersebut. Sebab, kesibukannya sebagai
Kepala Bagian Akuntansi di sebuah pabrik kertas di Bandung, sering
menyita waktu membacanya. "Jujur saja, kalau sudah begini saya jadi
stres dan merasa nggak enak sama penerbit-penerbit itu.
Ha..ha..ha..", katanya sambil melepas tawa.
Sebagaimana para penulis umumnya, Tanzil pun diam-diam menyimpan
harapan dan keinginan satu hari nanti ia bisa punya buku hasil
karyanya sendiri. Entah itu berupa buku fiksi atau pun non fiksi.
Ciat-cita yang mulia. Sama mulia dengan niatnya untuk terus menekuni
urusan meresensi ini.
"Saya ingin membantu para calon pembeli/pembaca buku agar lebih
selektif dalam memilih buku yang akan dibelinya karena harga buku
sekarang kian mahal saja. Mudah-mudahan ulasan buku yang saya buat
bisa membantu mereka dalam menentukan pilihan"
Agaknya, itu lantaran Tanzil juga berangkat dari pengalaman yang
kurang lebih sama.
Ia suka sekali membaca tulisan-tulisan kritis Katrin Bandel dan Anwar
Holid. Ia mengaku belajar banyak dari karya-karya kedua pengamat
sastra itu. "Saya ingin dapat menulis sebaik mereka", kata pengagum
Karl May ini menutup kisahnya.
Profil singkat :
Nama lengkap : Hernadi Tanzil
Tgl lahir : 5 November 1970
Istri : Evy Triana
Anak : Sherine Analicia Tanzil
Pendidikan : S1 Akuntansi
Endah Sulwesi 19/2
PS. Blog Tanzil lainnya -
http://akudanbuku.blogspot.com/