Wednesday, February 14, 2007

Ziarah Keraguan Seorang Penulis

Oleh: Philip Yancey

"Saya menulis buku untuk diri saya sendiri," kata Philip Yancey dalam suatu wawancara. "Saya menulis buku untuk memecahkan perkara yang mengganggu saya, perkara yang saya tidak tahu jawabannya. Buku saya merupakan proses penjelajahan dan penyelidikan. Karenanya, saya cenderung menggarap berbagai persoalan yang berkaitan dengan iman, perkara yang saya anggap penting, yang membuat saya bertanya-tanya dan yang merisaukan bagi saya."


Dengan pendekatan ini, buku-bukunya berhasil menyentuh dan mengusik banyak pembaca. Ia melontarkan isu-isu yang sensitif dan tak jarang kontroversial seperti penderitaan, kekecewaan terhadap Allah dan homoseksualitas. Ia menyajikannya dengan perincian khas seorang wartawan, diimbuhi dengan ironi dan skeptisme yang jujur. Itulah antara lain yang memikat para pembaca karyanya. Seutas benang merah menonjol yang menautkan tulisan-tulisannya adalah kekecewaan terhadap lembaga gereja. Sikap ini rupanya beranjak dari latar belakang masa lalunya. Philip mengakui dirinya kadang-kadang menjadi orang Kristen yang enggan, "dihantui oleh keraguan dan tengah dalam proses pemulihan dari pengalaman buruk dengan gereja."


Philip Yancey memulai karier menulisnya dengan menjadi staf redaksi Campus Life Magazine pada 1971, dan bekerja di situ selama sepuluh tahun. Kemudian ia berkonsentrasi sebagai penulis lepas di berbagai media selain menulis kolom bulanan dan menjadi Editor at Large di Christianity Today. Ia sudah menulis tak kurang dari enam belas buku, yang terjual sampai 13 juta eksemplar. Delapan judul di antaranya memenangi Gold Medallion Awards dari asosiasi penerbit Kristen AS. Para manajer toko buku Kristen memilih The Jesus I Never Knew sebagai "Book of the Year" pada 1996, dan What's So Amazing About Grace? pada 1998. Musim gugur tahun ini akan terbit buku terbarunya, Prayer: Does It Make Any Difference?


Tentang harapannya ke depan, ia berkata, "Saya ingin memanjat semua gunung di Colorado yang tingginya lebih dari 14.000 kaki. Ada 54 gunung dan saya sudah memanjat 44 di antaranya. Saya ingin menulis memoar yang kepedihan dan sekaligus kengerian bertumbuh sebagai seorang fundamentalis. Saya ingin tetap menikah dengan wanita yang sama... dan saya ingin terus meningkatkan wawasan dan menemukan tantangan." (Arie Saptaji)

No comments: