Wednesday, June 13, 2007

Mengupayakan Majalah Gereja, Kenapa Tidak?

Oleh: Kristina Dwi Lestari & Raka Sukma Kurnia


Di zaman media cetak dan elektronik seperti televisi, radio, internet yang dengan cepat menghadirkan berita aktual setiap harinya, majalah (gereja) terbitan berkala ternyata tetap mampu bertahan. Majalah ternyata memunyai kekuatan tersendiri dalam menjaga eksistensinya. Ia bisa lebih berfokus pada pembacanya, misal majalah keluarga, wanita, pecinta buku, hobi, lingkungan hidup, sampai rohani. Sisi inilah yang ditawarkan.


Fenomena munculnya majalah gereja menunjukkan adanya sinyalemen positif. Sedikit banyak keberadaannya memberikan pengaruh besar kepada perkembangan sebuah gereja. Selain untuk tingkatkan keimanan, setiap jemaat juga dapat saling kenal, kuatkan iman, khibur, bahkan saling nasihati. Kita dapat membayangkan kehidupan gereja itu semakin hidup dengan hadirnya media tersebut. Juga jangan membatasi lingkup, banyak majalah dari beberapa gereja besar yang berkembang di luar gerejanya.


So, diperlukan kerja keras dari berbagai pihak. Jangan hanya menjadi majalah yang musiman, sebentar tampak, setelah itu tidak terdengar lagi gaungnya. Maka dari itu diperlukan riset sederhana. Tujuannya adalah mengetahui keinginan dan kebutuhan pembaca. Petakan karakteristik (calon) pembaca, rumuskan data demografis (umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, pekerjaan,), dan psikografi (gaya hidup, selera, orientasi kerohanian).


Gempuran media luar akan selalu gencar, namun dengan perencanaan yang serius & matang baik dari pengurus gereja, pendeta, majelis, atau aktivis gereja, bukan tidak mungkin majalah gereja dapat digemari dan menjadi berkat tersendiri.


SIAPA YANG KERJA?


Tentukan siapa saja yang akan mengelolanya, mulai dari pengamat masalah, organisator, akuntan, penulis, sampai ke pemasar. Tentu saja para pegawai administrasi harus terlibat, tapi mereka biasanya sibuk. Karena itu buka peluang bagi pemberdayaan jemaat. Para pemuda gereja, sebagai warga gereja yang berjiwa dinamis, dapat menjadi kekuatan penggerak. Gaet juga elemen lain, baik dari pelayanan anak, remaja, kaum ibu dan bapak.


SIAPA YANG KONTRIBUSI?

Ada banyak pihak yang sebenarnya bisa berperan sebagai penulis. Majelis, pendeta, pengurus, guru-guru sekolah minggu, dan para pemuda pada prinsipnya berpotensi sebagai penulis. Pengalaman dan pengetahuan selama melayani tentunya menjadi bekal tersendiri untuk ditulis dan dibagikan. Pula warga jemaat pun dapat diajak untuk berpartisipasi.

Kemudian, ada baiknya diadakan pelatihan menulis. Selain memperkenalkan dunia penulisan kepada warga gereja, pelatihan seperti ini bukan tidak mungkin akan menghadirkan generasi penulis Kristen.


SIAPA YANG BIAYAI?

Bagi gereja yang mapan finansial, hal ini tentu tidak berarti. Namun, bagaimana dengan gereja yang kecil? Ada dua cara ideal. Pertama, Majalah tidak perlu dicetak secara eksklusif. Dengan fotokopi pun masih bisa. Kedua, kita bisa tawarkan promosi usaha kepada para pengusaha di gereja. Lalu jajaki para pengusaha lainnya.

Wednesday, June 6, 2007

Ensklopedia Kepala Putik: Florence Nibart Devouard

Nibart-Devouard saat bertemu dengan Jimmy Wales, (TEMPO hal 49)

Seorang ibu rumahtangga dari sebuah desa di Prancis memimpin situs ensiklopedia Wikipedia. Dia mengendalikan rekan-rekannya di seluruh dunia sembari mengurus taman bunga.


Malam belum lagi larut di Malintrat, Clermont Ferrand, sebuah kota provinsi di wilayah Prancis Tengah. Florence Nibart-Devouard dengan sabar tengah menunggui anak-anaknya tidur. Begitu mereka pulas, Flo bergegas membuka laptop. Inilah saatnya ibu tiga anak itu bekeja, memimpin rekan-ekannya di seluruh dunia secara maya.


Oktober 2006, Flo terpilih jadi pucuk pimpinan Yayasan Wikimedia, badan nirlaba yang bermarkas di Florida, Amerika Serikat. Dia mengelola situs ensiklopedia www.wikipedia.org. Peran itu dia jalani dari rumahnya di Malintrat sembari menghirup kopi dan memandang taman bunga.


Di komunitas maya, Flo, 38, populer dengan sebutan Anthere, yang artinya kepala putik bunga dalam bahasa Prabis. Dalam kehidupan pribadinya, bunga menempati ruang penting. Dia biasa mengurus kebun bunga. Flo adalah sarjana pertanian.


Si Kepala Putik mulai mengisi lembaran wikipedia dengan mengedit artikel berbahasa Inggris bertema modifikasi genetis organisme pada Februari 2002. Tema-tema tulisannya mulai berkembang ke dalam masalah ekologi, lingkungan, fillsafat, politik, hingga perang Irak. Dalam seminggu dia bisa menulis lebih dari 100 artikel dalam bahasa Inggris dan Prancis. Sampai-sampai ada yang berkomentar, Flo telah masuk kategori wikipediholik alias gila kerja.


Wikipedia membebaskan semua orang menulis. Setiap orang bisa menulis dan mengedit tulisannya sendiri atau orang lain di sini. Lembaga ini didirikan pada 15 Januari 2001 oleh Jimmy Wales dan beberapa sukarelawan. Wikipedia pun menjadi ensiklopedia maya terbesar di dunia. Jumlah artikelnya tiga kali lipat dari Britanica Online. Situs ini telah menyimpan enam juta artikel dalam 250 bahasa dan dikunjungi 100 juta orang tiap bulan. Meski bebas, situs ini punya sistem khusus untuk menapis data yang asal-asalan. Setiap perubahan tercatat di 25 server. Para administrator mengawasi seluruh perubahan di server. Pertemuan sesama pengurus Wikipedia dilakukan 6 atau 8 minggu sekali di Amerika atau negara Eropa yang ditunjuk.


Flo keluar dari perusahaan tempat ia bekerja, dan mengabdi di ruang maya. “Jauh lebih menyenangkan ketimbang menghabiskan 12 jam di kantor,” ujarnya. Kini lembaga nirlaba Wikipedia ini memiliki total aset bersih sebesar US$ 1.066.785 dari donatur sukarela. Flo ingin Wikipedia tetap berjalan sebagai ensiklopedia gratis dan terpercaya. Dia kini mendapat julukan baru: Madame Wikipedia dan akan menjabat hingga Juli 2008 nanti. Tapi “jabatan” yang paling dicintainya adalah menjadi ibu. “Punya anak dan bisa memerhatikan perkembangan mereka adalah hal yang jauh lebih menyenangkan,” katanya. [Yandi MR, TEMPO – Feb 2007].

Anak Rimba Pun Bisa Menulis Buku

Irma Tambunan, KOMPAS 3 Mei 2007

“Aku ingin semua teman rimba bisa baca tulis dan hitung, supaya tidak ada lagi yang menipu mereka,” ujar Jujur, 17, salah seorang anak rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas.


Jujur adalah salah satu dari 5 anak rimba yang menuliskan 10 kisah anak rimba atau Suku Anak Dalam yang dibukukan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi. Buku berjudul Kisah-kisah Anak Rimba setebal 80 hal, lengkap dengan gambar-gambar berwarna. Awalnya, anak-anak itu hanya ingin belajar membaca dan menulis agar komunitas mereka tidak lagi diremehkan sebagai orang terbelakang, bodoh, tidak beradab, kudisan oleh orang luar rimba. Meski fasilitas di hutan sangat minim, mereka tekun belajar.


Bahkan Jujur juga sudah terlatih untuk menjadi guru bagi anak-anak rimba. “Saya yakin, kalau anak rimba mau belajar, kami akan lebih dihormati. Saya berharap selalu ada anak rimba yang menjadi guru di hutan kami.”


Kini, Jujur dan teman-temannya patut berbangga, sekalipun tidak mengenyam pendidikan formal, mereka tetap dapat mencapai kemampuan baca, tulis, dan hitung yang setaraf. Bahkan telah menghasilkan buku cerita. “Saking semangatnya, aku menulis dua cerita sekaligus hanya dalam semalam. Suatu saat nanti, aku akan punya buku yang berisikan hasil karya saya sendiri,” katanya. Jujur menulis tentang “Hantu Benor” dan “Manusia jadi Gajah”. Ejam, temannya menulis tentang “Biawak Jadi Menantu Raja”.



Jujur dan 226 orang lainnya secara bertahap telah mendapatkan pendidikan alternatif gagasan KKI. Mereka tidak belajar di dalam kelas, tetapi di atas kayu-kayu kecil, beratap terpal tanpa dinding, di bawah pohon rindang di dalam hutan. Mereka juga tidak mengenakan seragam sekolah. Ada sebagian yang masih mengenakan cawat (anak laki) atau kain kemben (anak perempuan).


Waktu belajarnya pun disesuaikan dengan kemauan dan ketersediaan waktu mereka. Ketika pagi hari mereka membantu orangtuanya mengumpulkan makanan. Sekolah baru akan dimulai setelahnya. Saat belajar, mereka juga tidak swelalu duduk manis. Kadang lesehan atau bahkan sambil tiduran. Hasrat yang kuat membuat mereka betah belajar sampai malam meski hanya ditemani cahaya lilin.