Wednesday, February 28, 2007

Bos dari Neraka

Oleh: Jessica Jernigan

Tulisan Lauren Weisberger yang trendi, menarik dan mudah dicerna tentang dunia mode The Devil Wears Prada yang bercerita tentang Andrea Sachs yang berkenalan dengan gemerlapnya dunia modis. Baru saja lulus dari akademi, Andrea mendapat pekerjaan sebagai asisten Miranda Priestly, yang mempunyai kedudukan tinggi, yang permintaannya harus dituruti dan editor yang sadis dari Runway, salah satu majalah mode yang sangat terkenal. Setiap orang mengatakan bahwa Andrea sangat beruntung mendapatkan perkejaan dari seseorang yang sangat berpengaruh seperti Miranda, tetapi bagi Andrea tidaklah demikian. Mengambil hasil cucian baju bosnya, meski cucian itu bermerk terkenal seperti Chanel, Celine, dan Calvin Klein, tetapi hal itu bukanlah pilihan yang diimpikan oleh Andrea.


Sebelum novel perdananya, Lauren telah bekerja di majalah mode Vogue selama setahun sebagai asisten editor dari Anna Wintour. “Aku selalu ingin bekerja di majalah.” katanya. “Aku senang majalah dan menulis di majalah. Ketika aku baru saja lulus, aku mendapatkan pekerjaan di Vogue, aku sangat senang banget.” Kolumnis gosip, dan sebagai orang dalam di industri mode merupakan pengalaman Weisberger yang dituangkan dalam novelnya tersebut.


The Devil Wears Prada menunjukkan bahwa bekerja dengan bos yang menginginkan kesempurnaan adalah suatu tantangan. Jawaban “Tidak” atau “Saya tidak tahu bagaimana caranya,” atau “Saya tidak dapat melakukannya,” merupakan bukan suatu pilihan. Jika Anda dapat belajar dari realita, hal itu merupakan pengalaman yang menakjubkan yang akan Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu fenomena untuk belajar.


“Ketika seseorang berkata kepadaku, “Itu tidak mungkin. Tidak dapat dilakukan,” Aku akan menjawab, “Oh aku yakin, hal itu dapat dilakukan.”


Weisberger masih bekerja di majalah ketika dia menjadi seorang novelis, hal itu tidak sengaja. “Aku tidak pernah memutuskan untuk menulis sebuah novel; aku tidak mempunyai rencana untuk menulis sebuah buku. Aku mengikuti loka karya kepenulisan, dan setiap minggunya kita diwajibkan menulis 15 sampai 20 halaman yang kemudian akan dievaluasi (dikritik). Setiap murid menganggap hal ini tugas yang serius, ada yang menulis tentang penyakit kronis, tentang masalah perkawinan; dan waktu itu aku masih muda dan tidak mempunyai pengalaman seperti yang lainnya, jadi aku memutuskan untuk menulis hal yang menyenangkan, cerita pendek mengenai tempat kerja yang membuat pusing kepala, tentang kegilaan dari dunia mode.


“Teman yang lain menanggapi tulisanku, sebagian aku kira karena hal itu sangat berbeda dengan yang lain. Mungkin mereka akan berpikir, ‘Ini bukan tulisan yang bagus, tetapi enak untuk dibaca.’ Hal itu membuatku semangat, setelah aku menulis kira-kira 75 halaman, guruku menganjurkan untuk mulai menunjukkan hasil karyaku kepada banyak orang. Novel The Devil Wears Prada dimulai dari sana.” Dan ini merupakan impian setiap penulis. “Ya aku tahu.” katanya dengan tertawa. “Aku sangat beruntung.”


Meskipun berbeda, Weisberger terus berspekulasi tentang kemiripan antara mantan bosnya Anna Wintour dan ciptaan khayalannya. Seperti Wintour, Miranda Priestly tak terbantahkan dan tanpa cela adalah ekspatriat Inggris yang merupakan teman akrab dari Oscar de La Renta dan Donatella Versace, dan yang penampilannya sering di muat di halaman 6 dari New York Post.


Weisberger menyimpulkan bahwa The Devil Wears Prada bukanlah roman yang merdu untuk didengarkan. Dia malah menuliskan sanggahan malu-malu kucing di halaman bukunya: Ketika Anna Wintour sendiri hadir secara singkat, renung Andrea, "pers sangat senang untuk membandingkan kenyentrikan dan sikap dari Anna dan Miranda, tetapi aku merasa itu mustahil mempercayai bahwa siapa saja bisa tidak tahan dengan bosku." Novel The Devil Wears Prada telah terbit, hanya pembaca yang dapat menjawabnya."

Saturday, February 24, 2007

Jurus Menulis Cerpen

Oleh: Purnawan Kristanto

1. Duduklah tegak di muka komputer. Usahakan cahaya ruangan cukup terang.

2. Setel radio. Carilah stasiun kesukaan Anda.

3. Jangan lupa membuat teh atau kopi hangat untuk membantu Anda berkonsentrasi.

4. Berjalan-jalanlah keluar sebentar untuk mencari udara segar. Biasanya cara ini bisa mendatangkan ilham. Kalau ketemu teman sempatkan untuk mengobrol. Siapa tahu dari percakapan itu bisa muncul ide bagus.

5. Pulang. Duduklah tegak di muka komputer. Usahakan cahaya ruangan cukup terang.

6. Putarlah musik yang lembut untuk membangkitkan inpsirasi.

7. Aturlah album koleksi Anda sesuai dengan urutan abjad.

8. Bercerminlah. Periksa gigi Anda apakah masih ada sisa makanan yang tersangkut. Jika masih ada, gosok gigi dahulu supaya nanti tidak mengganggu konsentrasi.

9. Duduklah nyaman di muka komputer. Usahakan cahaya ruangan cukup terang.

10. Baca dulu acara TV di koran. Ini untuk memastikan Anda tidak melewatkan acara favorit Anda. Sayang kalau Anda ketinggalan acara itu karena bisa menyesal.

11. Tonton berita Bulletin Malam di RCTI. Siapa tahu ada ide bagus muncul setelah menonton berita itu.

12. Kirim SMS ke teman Anda. Siapa tahu Anda bisa mendapatkan ide dari teman Anda.

13. Bukalah pintu depan. Perikasa apakah ada orang mencurigakan yang mengawasi Anda dari bayangan kegelapan.

14. Tutup pintu dan duduk nyaman di muka komputer. Usahakan cahaya ruangan cukup terang. Pikirkan secara serius masa depan Anda.

15. Ambil koran dan majalah yang memuat cerpen karya orang lain. Bacalah itu untuk mempelajari cara mereka menulis cerpen.

16. Buka jendela supaya sinar matahari pagi masuk rumah Anda. Nikmati sejenak suasana pagi.

17. Sekarang tidurlah sambil meratap karena Anda akhirnya tidak menulis cerpen.

Friday, February 23, 2007

Intermezzo: Jennie S. Bev

(Wawancara ini dilakukan pada tahun 2003. Meski sudah berlalu, kiranya dari tanya jawab dengan Jennie S. Bev ini pembaca mendapatkan suatu pelajaran yang berharga.)


Anda sudah menulis dua E-buku sampai sejauh ini. Apakah Anda dapat menceritakan proses penulisan E-buku, dan mengapa Anda memutuskan menulis dalam format E-buku? Dan apa keuntungannya?


Menulis E-buku seperti menulis buku lain yang mana pun. Keteguhan, kemampuan untuk konsentrasi dan untuk menyampaikan pesan dari mulai sampai selesai menentukan kualitas buku (atau E-buku).


Secara pribadi saya tidak mempunyai pilihan yang mana pun tentang format buku, karena hal itu tidak lebih penting daripada isi bukunya.


Karena proses tulisan adalah sama di kedua format, E-buku akan semakin diterima dalam dunia literatur, yang mana, dampak positifnya sudah terjadi.


Buku mendatang saya, adalah laporan industri, dan berbentuk hard-copy (bentuk cetak). Begitu saya menyelesaikannya beberapa minggu lagi, saya akan menulis E-buku yang baru dan buku cetak lainnya.


Anda dapat melihat bagaimana variasi dari format buku saya. Tentu saja, baik elektronik buku maupun format cetakan mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yang satu lebih baik daripada yang lainnya.


E-buku, untuk kejadian, memperbolehkan pengarang memasukkan ‘hyperlinks’ yang langsung ke sumber data, hal ini menguntungkan, karena E-buku dapat "mengajar langsung kepada pembacanya".


Cara ini, pembaca secara langsung akan diarahkan kepada Situs yang telah disiapkan untuk lebih banyak memperoleh informasi daripada harus menghabiskan berjam-jam mencari informasi tambahan.


Tetapi, E-buku harus dilihat di layar komputer, yang lebih tidak praktis daripada buku cetakan. Pembaca tidak dapat membaca E-buku di bathtub, misalnya.


Baru-baru ini Anda diunggulkan sebagai seorang finalis di Non-Fiksi Kategori “How-To” 2003 Eppie Awards untuk di penerbitan buku-elektronik. Apakah Anda tahu bahwa buku E-buku Anda, "Penuntun Untuk Menjadi Seorang Konsultan Manajemen" akan menjadi sukses besar? Apa yang menjadikan E-buku ini sukses? Isi tulisannya, penerbitannya, atau pemasarannya?


Anda membuat saya malu. Secara jujur, saya tidak mengharapkan penghargaan atau pengakuan resmi dari mana pun untuk E-buku "Penuntun Untuk Menjadi Seorang Konsultan Manajemen".


"Saya dengan sederhana berusaha sebaik mungkin untuk menulis informasi yang paling menyeluruh bagi orang yang sedang mencari cara dan berhasil di konsultan manajemen."


Di E-buku tersebut, saya mewawancarai 15 orang konsultan manajemen berpengalaman, beberapa di antaranya adalah penulis yang sukses dan profesional yang menjadi panutan.


Usaha ini menunjukkan suatu usaha, yang sangat penting dalam menerbitkan buku tersebut. Saya secara jujur berpikir tak ada penulis yang menulis untuk penghargaan karena hal itu akan mengacaukan golnya yakni menulis tulisan yang berkualitas.


Ah, saya sudah berbicara seolah-olah saya sudah menang. Penentu kemenangan akan diumumkan pada Maret 2003, oleh sebab itu saya masih disimpan saya berharap untuk yang terbaik.


Semua dari tiga faktor (tulisan, penerbitan dan pemasaran) memainkan peran penting dalam membuat buku berhasil (atau E-buku).


Seorang pengarang bisa menulis buku terbaik di dunia, tetapi tanpa penerbitan (format, desain dan sentuhan akhir) dan publisitas, tak seorang pun akan membelinya.


Apakah Anda bisa menggambarkan cara kerja Anda?


Pada idealnya, saya membaca satu buku dan menulis sedikitnya 1.000 kata. Kadang-kadang lebih banyak, kadang-kadang kurang. Saya bangun sekitar jam 7 pagi dan tidur pada tengah malam. Saya pergi ke tempat fitnes pada hari-hari lainnya atau pada waktu saya sedang mampet ide.


Kira-kira 800 artikel Anda yang telah diterbitkan. Bagaimana Anda tetap produktif?


Sebagai seorang penulis penuh waktu, saya menulis selama sedikitnya 4 jam sehari. Saya menggunakan eaktu saya yang lain untuk melakukan suatu penelitian (jika diperlukan) dan untuk memelihara keseimbangan saya dengan berolahraga dan bersosialisasi.


Mental dan fisik yang seimbang amatlah penting untuk menjaga ide tulisan saya tetap mengalir. Ketika saya stres, saya tidak dapat menulis dengan baik.



Apakah ada resep khusus atau strategi bagaimana Anda dengan berhasil menjual tulisan Anda kepada redaktur dan penerbit?


Tak Ada rahasia. Terus menulis, siap mental untuk penolakan. Seorang penulis profesional harus dapat menerima penolakan secara profesional. Penolakan itu bukan karena Anda, tetapi hanya beda keperluan. Jadikan hal itu menjadi bagian hidup Anda, dan jangan dimasukkan dalam hati.


E-buku Anda yang terbaru “Menulis Laporan Industri menolong para penulis menulis laporan industri untuk penelitian perusahaan dan menghasilkan pemasukkan yang besar. Bagaimana Anda mendapatkan info emngenai tulisan sejenis ini? Apa keuntungannya menulis penelitian tentang perusahaan?


Sebagai seorang penulis peneliti perusahaan, saya sering mencari data yang detil, seperti statistik atau informasi kecanggihan perusahaan lain. Suatu saat saya ingin mendapatkan laporan industri dan tercengang dengan harga yang tinggi sekaligus menggelikan. Banyak di antara mereka memasang lebih dari $3.000 untuk sebuah laporan. "Itu sangat mahal untuk penelitian saya," saya berpikir. Insiden ini mencetuskan keingintahuan saya tentang tulisan laporan industri.


Saya ingin tahu lebih banyak tentang laporan mahal itu: apa mereka benar-benar yang menulis, dan tentu saja, bagaimana jika saya dapat menulis laporan seperti itu.


Pencarian saya mengungkapkan bahwa banyak perusahaan penelitian menyewa penulis lepas untuk menulis laporan seperti itu, walau banyak juga yang mempekerjakan peneliti penuh waktu.


Keuntungan menulis untuk penelitian perusahaan?


Pertama, Anda akan ikut belajar sewaktu meneliti. Anda akan menemukan pencarian metodologi baru untuk informasi spesifik. Anda akan menjadi lebih cakap dalam penelitian.


Kedua, bayarannya sangat tinggi. Dari pengalaman saya, perusahaan penelitian membayar ke 25 persen dari harga satuan dengan royalti. Jika laporan Anda diberi harga di $3.000, sama dengan $750 adalah royalti dari satu laporan.


Dan yang terpenting, karena bayaran di bayar pada akhir laporan, Anda akan terus dibayar dengan tidak melahirkan kerja ekstra selama laporan Anda masih dijual. Dengan mudah penghasilan $5.000 sebulan sangat mungkin akan Anda dapatkan.


Bagaimana Anda memulai profesi menjadi seorang penulis? Apa yang membuat Anda termotivasi dan disiplin?


Saya memulai menulis ketika saya masih kuliah. Semakin saya sering menulis laporan riset, semakin banyak pula artikel yang saya tulis. Ketika saya lulus S1 saya sudah mempunyai keinginan kuat untuk menulis.


Motivasi? Disiplin? Itu pertanyaan yang sulit. Mungkin keinginan saya untuk menulis lebih besar daripada profesi yang lain yang membuat saya jatuh bangun. Daripada itu, saya mempunyai suara yang harus didengar, rekening yang harus dibayar dan tulisan yang harus diperlihatkan.


Bagaimana Internet menjadikan karir Anda sukses?


Pada waktu bisnis dot-com sedang ramai-ramainya, saya telah menulis di banyak situs dan menjadi redaksi pelaksana, penyumbang dan manajemen distribusi, yang mana memberikan kesempatan kepada saya untuk mempublikasikan lebih 700 artikel dalam waktu yang singkat. Hari ini, E-buku milik saya adalah seperti bayi saya. Kapanpun tulisan saya terjual (di Internet), saya merasa dipacu untuk menulis lebih baik dan lebih banyak E-buku.


Nasehat terbaik apa yang Anda terima dari penulis yang lain? Nasehat apa yang akan Anda berikan kepada penulis yang ingin menjadi sukses?


Nasehat yang terbaik? “Setiap orang mempunyai cerita yang diceritakan, jadi ceritakan cerita Anda dengan keyakinan dan bangga akannya.


Nasehat untuk penulis lainnya? Tetapkan pikiran dan hati Anda untuk menjadi berhasil, Anda pantas menerimanya."


Jika beberapa orang skeptis berkata Anda tidak bisa menulis dan Anda tidak bisa membuat hidup darinya, jangan pendapat mereka menghalangi keberhasilan Anda.


Catatan:


1. E-buku terjemahan dari E-book (Electronic book) yang kalau diterjemahkan ke bahasa Indo menjadi Buku elektronik, karena kita kebiasaan menyebut kata sifatnya terlebih dahulu seperti E-mail, maka E-buku lebih enak kedengarannya.


2. Meski Jennie S. Bev tidak memenangkan EPPIE Awards tetapi pengalaman menulisnya merupakan suatu pengalaman yang berharga bagi yang ingin belajar menulis.

Wednesday, February 21, 2007

Intermezzo: Buku

Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam, sains lumpuh, pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, “mercu suar” seperti kata seorang penyair, “yang dipancangkan di samudera waktu”. [Barbara Tuchman, 1989]


Buku adalah jendela. Sukma kita melihat dunia luar lewat jendela ini. Rumah tanpa buku bagaikan ruangan tak berjendela. [Henry Ward Beecher, 1870]


Buku itu seperti taman, Yang bisa dimasukkan ke dalam kantong. [Pepatah Tiongkok]


Buku adalah benda luar biasa. Buku itu seperti taman indah penuh dengan bunga aneka-warna, seperti permadani terbang yang sanggup melayangkan kita ke negeri-negeri tak dikenal sebelumnya. [Frank Gruber, 1944]


Buku menghirup udara dan menghembuskan minyak wangi. [Eugene Field, 1896]


Buku harus menjadi kampak untuk menghancurkan lautan beku di dalam diri kita. [Franz Kafka, 1883-1924, cerpenis dan novelis Austria]


Tanpa buku Tuhan diam, keadilan terbenam, sains alam macet, sastra bisu, dan seluruhnya dirundung kegelapan. [Thomas V. Bartholin, 1672]


Buku adalah teman paling pendiam dan selalu siap di tempat. Penasihat yang paling mudah ditemui dan paling bijaksana, serta guru yang luar biasa sabar. [Charles W. Eliot, 1896]


Saya tidak membaca buku; Saya berbicara dengan pengarangnya. [Elbert Hubbard, 1927]


Buku berfikir untuk saya. [Charles Lamb]


Buku itu cermin, kalau keledai bercermin disitu, tak akan muncul wajah ulama. [G.C. Lichtenberg]


Buku sebenarnya bukanlah yang kita baca, tapi buku yang membaca kita. [W.H. Auden, 1973]


Wanita piaraan saya, buku. [S.J. Adair Fitzgerald]


Kalau ada uang sedikit, saya beli buku, kalau masih ada sisanya, saya beli makanan dan pakaian. [Desiderius Erasmus]


Biarlah saya jadi orang miskin, tinggal di gubuk tapi punya buku banyak daripada jadi raja tapi tak suka membaca. [Thomas B. Macaulay, 1876]


Banyak orang seperti saya. Orang yang perlu buku, seperti mereka perlu udara. [Richard Marek, 1987]


Saya tak bisa hidup tanpa buku. [Thomas Jefferson, 1815]


Duduk sendirian di bawah sinar lampu, buku terkembang di depan, bercakap-cakap secara akrab dengan manusia dari generasi yang tak tampak. Sungguh suatu kenikmatan yang tak bertara. [Yoshida Kenko, 1688]


Kebiasaan membaca itu satu-satunya kenikmatan yang murni ketika kenikmatan lain pudar, kenikmatan membaca tetap bertahan. [Anthony Trollope]


Orang mana bisa tahu tentang waktu yang dihabiskan dan susah payahnya belajar membaca (buku)? Saya sudah 80 tahun berusaha, belum juga mencapai tujuan. [Goethe]


Seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan bila tidak dikelilingi buku-bukunya. [Francois Mitterand, Presiden Prancis, 1982]


Seperti daging untuk jasmani, begitulah bacaan untuk jiwa. [Seneca]


Membaca buku bagus seperti bercakap-cakap dengan orang hebat dari abad-abad terdahulu. [Rene Descartes, 1617]


Orang dapat memperoleh pendidikan kelas atas dari rak buku sepanjang lima kaki. [Charles William Eliot, Rektor Universitas Harvard]


Universitas sejati hari ini adalah sebuah kumpulan buku. [Thomas Carlyle]

Tuesday, February 20, 2007

MAPS UNTUK JADI PENULIS

Oleh: Georganne Fiumara


Menjadi penulis lepas ialah sebuah cara untuk bekerja di rumah. Anda memiliki peluang istimewa untuk memengaruhi apa yang orang lain pikir atau lakukan. Anda dapat menyentuh emosi, bahkan mungkin mengubah jalan hidup pembaca. Meski benar ada yang punya bakat lebih dari lainnya, namun ada banyak faktor utama yang lebih menentukan kesuksesan.

Mulai sekarang. Tanyakan pada diri: Apakah saya ingin menjadi penulis, ataukah saya ingin menulis? Ada bedanya! Menjadi penulis adalah sebuah angan-angan, sedangkan menulis adalah sebuah kerja keras. Jika Anda menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk memulai menulis, Anda tak akan pernah tahu kapan Anda bisa melakukannya. Menunggu hanyalah sebuah alasan untuk menghindari kegagalan.

Asah keahlian. a]. dengan Membaca. Bacalah jenis tulisan yang ingin Anda tulis. Waktu membaca, perhatikan karakter yang baik dan yang buruk dari setiap penulis. Tuliskan kalimat yang membuat Anda kagum. Anda bahkan dapat menyalin sebuah artikel yang bagus untuk mendapatkan cita rasa bagaimana kalimat-kalimat yang ada disusun. Kemudian, cari bacaan tentang menulis. b]. dengan Menulis. Seperti keterampilan yang lain, semakin sering Anda melakukannya, semakin trampillah Anda.

Pilih topik secara saksama. Apa yang Anda tulis lebih penting dari keterampilan menulis Anda. Topik Anda harus bisa dijual. Pastikan apakah artikel yang Anda buat sesuai dengan minat pembaca media yang Anda tuju. Apakah Anda memang menguasai bidang itu atau Anda akan mewawancarai para ahlinya? Apakah topik Anda menyoroti hal yang belum pernah dibahas atau apakah Anda punya sudut pandang yang baru? Apakah informasi yang Anda berikan akan mampu menguatkan pembaca atau mengajarkan pembaca sebuah keterampilan?

Sabar atas penolakan. Ketika ditolak, Anda akan merasa bahwa ketakutan terbesar Anda telah terbukti. Lalu tulisan itu Anda simpan rapat-rapat di laci dan tak pernah dilihat/sentuh lagi. Ini kesalahan yang sangat fatal. Media menolak sebuah karya atas pertimbangan banyak alasan. Selain kualitas tulisan, mereka mungkin baru saja menerima tulisan topik sejenis, atau tidak menerima kiriman berupa puisi, atau editornya sedang mengalami hari buruk sehingga ia menolak semua kiriman tulisan yang menumpuk di mejanya. Apa pun alasannya tidak begitu penting. Namun, adalah penting untuk yakin sejak awal bahwa penolakan adalah bagian dari proses penerimaan. Tidak ada sukses instan di semua bidang profesi.

Monday, February 19, 2007

Sekali Menulis, Tetap Menulis

Arswendo Atmowiloto

Arswendo Atmowiloto (Solo, 1948) dari kecil senang mendalang. "Dari situ saya berkenalan dengan seni," katanya. Ayahnya, pegawai balai kota, meninggal ketika Ndo di SD. Ibunya menyusul pada 1965. Ia pun yatim piatu di usia 17 tahun, ketika masih duduk di bangku SMA.


Tapi, cita-citanya yang semula ingin jadi dokter, "gagal karena masalah ekonomi." Lalu, ia lulus tes Akademi Postel di Bandung, tetapi urung berangkat, "karena tidak ada ongkos." Tokh, keinginannya jadi mahasiswa terpenuhi di IKIP Surakarta, walau cuma 3 bulan. "Saya hanya ingin memiliki jaket universitas," begitu alasannya. Arswendo memang suka berkelakar. Terkesan seenaknya hampir dalam segala hal.


Ia mulai menulis, cerpen, cerbung, artikel. Mula-mula tulisannya selalu ditolak. Lalu ia pun jadi koresponden lepas Majalah TEMPO. Tahun 1972 Ndo pindah ke Jakarta, bekerja sebagai redaktur pelaksana di majalah humor Astaga. Majalah ini tak hidup lama dan ia pun masuk jadi wartawan di Kompas-Gramedia grup. Di sini, ia sempat jadi Pemred majalah remaja Hai dan tabloid Monitor.


Tahun 1990, Monitor yang melesat tirasnya dalam waktu singkat dengan jurnalismelernya, tersandung kasus Nabi. Keruan saja tabloid ini dituding menghina. Meledak demonstrasi hingga merusakkan kantor Monitor. Tuntutan massa dan suasana sos-pol kala itu sebabkan Wendo diajukan ke pengadilan, diganjar 5 tahun penjara. Ekonomi keluarganya terpuruk. Anaknya yang baru lulus SD jualan sampul buku, anaknya yang lebih tua jualan kue.


Pribadinya yang santai dan senang humor membantu Ndo jalani hidup di penjara. Tentu ia tetap menulis. Tujuh novel lahir selama ia di LP Cipinang, antara lain "Kisah Para Ratib", "Abal-Abal", "Menghitung Hari" –(yang judulnya diilhami dari Mazmur 90:12 ini dibuat sinetron dan memenangi Piala Vidya). Tak hanya itu, di penjara itu pula ia menulis puluhan artikel, tiga naskah skenario, dan beberapa cerbung yang di antaranya dikirimkan ke Kompas dan Suara Pembaruan.


Setelah 5 tahun, ia bebas. Ia temui Sudwikatmono yang terbitkan tabloid Bintang Indonesia yang sedang kembang-kempis. Di tangannya, Arswendo berhasil menghidupkan tabloid itu. Kemudian Ndo memayungi sedikitnya 4 media: tabloid anak BIANGLALA, INO, AMI (Anak Manis Indonesia), serta PRO-TV. Ia juga membuat sejumlah sinetron, di antaranya "Keluarga Cemara" yang memperoleh Panasonic Award 2000 sebagai acara anak-anak favorit. Tiga kali ia menerima Piala Vidya untuk film "Pemahat Borobudur", "Menghitung Hari", dan "Vonis Kepagian".


Kini, selain tetap aktif menulis, ia juga merangkap menjadi sutradara sinetron, "Karena iseng saja. Sutradara honornya juga bagus, ya sudah," ujar Wendo. (Ary).

Friday, February 16, 2007

Motivasi Untuk Menulis

Oleh: Drs. Wilson Nadeak

Dorongan itu diperoleh mungkin secara tiba-tiba, mungkin pula secara kebetulan karena terlibat dalam percakapan atau ketika membaca sebuah buku, atau mendengarkan sebuah kabar yang menarik. Ada sesuatu yang mendesak-desak dalam dadanya yang hendak dicetuskan, suatu kobaran yang tidak terbendung. Dan seorang penulis yang sudah"jadi" akan memanfaatkan kesempatan ini untuk melahirkan karyanya. Tidaklah mengherankan apabila ia dapat menuliskan karyanya dalam tempo yang relatif "singkat". Dadanya serasa sesak dan tangannya bergerak dengan lincah di atas mesin ketik. Segalanya terasa berjalan dengan mudah dan lancar, hanya karena adanya suatu motivasi yang kuat di dalam dirinya.

Jika motivasinya bersifat religius, maka "Injil" yang dianggap 'Kabar Baik' itu akan mendesaknya untuk memberitakan-Nya kepada orang lain yang belum pernah mendengar. Ia tidak akan pernah dapat tidur nyenyak sebelum ia mencurahkan kabar baik itu dari dalam hati dan pikirannya. Ia akan menuliskan pesan yang mengetuk hatinya, dalam bentuk artikel. Suatu rasa puas yang luar biasa akan dirasakannya setelah melihat tulisan atau artikel itu muncul dalam majalah. Di sini ada sesuatu yang mendorongnya, dorongan untuk menuliskan kabar Injil, sesuatu berita baik yang mendatangkan kebahagiaan kepada orang lain.

Tetapi ada juga orang yang terdorong menulis sebuah artikel karena uang. Pengharapan yang diletakkannya di depan ialah uang, setiap kali ia menyelesaikan bagian demi bagian dari tulisannya, ia mengharapkan tulisannya segera selesai, karena tidak lama lagi ia akan mendapatkan uang sebagai imbalannya. Maka pikirannya dipenuhi dengan uang. Pada umumnya, dorongan seperti ini tidak mendatangkan hasil yang memuaskan. Ia cenderung menulis dengan cepat hanya sekedar untuk memperoleh imbalan.

Berbeda dengan dorongan "Injil" yang dikatakan di atas, yang membuat orang meletakkan pengharapan di depan, kepuasan batin karena orang lain akan memperoleh berita keselamatan. Kita tahu bahwa uang memang penting, tetapi uang bukan tujuan utama. Uang adalah imbalan yang menyusul kemudian. Yang diutamakan ialah penyampaian ide dan sesuatu yang amat berharga bagi sesama.

Thursday, February 15, 2007

Margaret & Sekolah Untuk Para Novelis

Oleh: Widiarsi Agustina dan Faidil Akbar,
TEMPO - 4 Feb 2007

Namanya Margaret. Ringkas. Tapi jalan si gadis menuju ketenaran tampaknya tak akan sesingkat namanya. Bayangkan saja, pada usia 13 tahun, saat teman-temannya sibuk ngerumpi di mal, ia sudah selesaikan sebuah novel teenlit. Ceritanya tidak jauh-jauh dari dunianya yang masih remaja, tentang kisah cinta-monyet Amore dan Dion, dua siswa SMP Yardley, sebuah sekolah yang tak bakal kita temukan dalam daftar sekolah di Dept. Pend. Nasional. Amore terbit tahun 2005, setahun setelah naskahnya selesai ia tulis.

Margaret kecil memang akrab dengan dunia tulis-menulis. Pelajaran mengarang menjadi favoritnya. Ia pun mulai sering membuat cerpen yang biasanya dibagi ke teman-temannya. “Salah satu guru memuji tulisannya,” kata Lili Yap, 46, sang ibu.

Tak hanya cerpen, gadis yang mulai beranjak remaja itu juga mulai menulis novel. Jalan ceritanya masih tentang anak-anak seusianya. Bakat Margaret kian kinclong setelah diasah di sebuah sekolah penulisan, Jakarta School. Gadis ini sendiri yang minta disekolahkan di sana. Empat bulan digembleng, siswi SMA Pelita Harapan Cikarang ini tak hanya terbitkan Amore, tapi juga rampungkan Guruku Keren Sekali, novel keduanya. Keduanya dicetak nyaris bareng. “Sekarang sudah ada lagi naskah novel ketiga,” katanya. Margaret yang masih suka berebut mainan dengan kedua adiknya ini telah menjelma jadi penulis novel yang produktif.

Di Jakarta kian marak sekolah penulis. Selain Jakarta School, ada Pena Learning Center, Forum Lingkar Pena, Rumah Dunia, PPHUI, dll. Biayanya mulai dari Rp 300 ribu sampai Rp 3 jutaan untuk pertemuan mingguan (atau online via email) selama 3-6 bulanan. Selain materi menulis, juga diajar misal tentang Memompa Kreativitas, Atasi Kebuntuan, Temukan Gagasan, Nulis Cepat, Menjadi Editor, Jurnalisme, Sinematografi, dan yang lagi marak adalah Menulis Skenario Drama/Sinetron/Film, Shooting Dan Editing Video. Sekolah-sekolah ini boleh bangga karena mereka ikut andil dalam ramaikan khasanah penulisan di tanah air. Berapa siswanya? Ada yang puluhan, hingga mencapai 500 calon peserta! Anggotanya sudah%

Wednesday, February 14, 2007

Tulislah Apa Yang Kau Lihat – Lihatlah Apa Yang Kau Tulis!

PHILIP YANCEY

U TANYA? I JAWAB!

( Anda tanya apa saja tentang menulis, kami menjawabnya. )

? Bagaimana memulai menulis - Charles, 36, kontraktor.

! Mulailah menulis.


? Kadang saya banyak ide, kadang ‘blank’ sama sekali. Apa saran anda – Nina, 15, pelajar di Petra.

! Normal. Kalau terus-terusan banyak ide atau ‘blank’, anda mungkin abnormal.


? Pacar saya kolumnis majalah pria, kadang ia membatalkan kencan demi ‘ide mendadak’, apa yang harus saya perbuat – Mei Ling, 24, Shopermania.

! Buat daftar acara darurat untuk mengimbanginya. Dorong dia memanfaaatkan Voice Recorder atau PDA-nya untuk menuliskan ide sambil jalan bareng dengan anda. Bersama dalam satu waktu & tempat, kadang bukan berarti benar-benar “bersama”.


? Apakah saya terlambat untuk menulis, itu cita-cita saya waktu masih anak-anak – Padmosastro, 87, pensiunan ABRI

! Kalau anda tanya-tanya melulu, ya pasti makin terlambat. Sekarang jangan buang waktu lagi

Ziarah Keraguan Seorang Penulis

Oleh: Philip Yancey

"Saya menulis buku untuk diri saya sendiri," kata Philip Yancey dalam suatu wawancara. "Saya menulis buku untuk memecahkan perkara yang mengganggu saya, perkara yang saya tidak tahu jawabannya. Buku saya merupakan proses penjelajahan dan penyelidikan. Karenanya, saya cenderung menggarap berbagai persoalan yang berkaitan dengan iman, perkara yang saya anggap penting, yang membuat saya bertanya-tanya dan yang merisaukan bagi saya."


Dengan pendekatan ini, buku-bukunya berhasil menyentuh dan mengusik banyak pembaca. Ia melontarkan isu-isu yang sensitif dan tak jarang kontroversial seperti penderitaan, kekecewaan terhadap Allah dan homoseksualitas. Ia menyajikannya dengan perincian khas seorang wartawan, diimbuhi dengan ironi dan skeptisme yang jujur. Itulah antara lain yang memikat para pembaca karyanya. Seutas benang merah menonjol yang menautkan tulisan-tulisannya adalah kekecewaan terhadap lembaga gereja. Sikap ini rupanya beranjak dari latar belakang masa lalunya. Philip mengakui dirinya kadang-kadang menjadi orang Kristen yang enggan, "dihantui oleh keraguan dan tengah dalam proses pemulihan dari pengalaman buruk dengan gereja."


Philip Yancey memulai karier menulisnya dengan menjadi staf redaksi Campus Life Magazine pada 1971, dan bekerja di situ selama sepuluh tahun. Kemudian ia berkonsentrasi sebagai penulis lepas di berbagai media selain menulis kolom bulanan dan menjadi Editor at Large di Christianity Today. Ia sudah menulis tak kurang dari enam belas buku, yang terjual sampai 13 juta eksemplar. Delapan judul di antaranya memenangi Gold Medallion Awards dari asosiasi penerbit Kristen AS. Para manajer toko buku Kristen memilih The Jesus I Never Knew sebagai "Book of the Year" pada 1996, dan What's So Amazing About Grace? pada 1998. Musim gugur tahun ini akan terbit buku terbarunya, Prayer: Does It Make Any Difference?


Tentang harapannya ke depan, ia berkata, "Saya ingin memanjat semua gunung di Colorado yang tingginya lebih dari 14.000 kaki. Ada 54 gunung dan saya sudah memanjat 44 di antaranya. Saya ingin menulis memoar yang kepedihan dan sekaligus kengerian bertumbuh sebagai seorang fundamentalis. Saya ingin tetap menikah dengan wanita yang sama... dan saya ingin terus meningkatkan wawasan dan menemukan tantangan." (Arie Saptaji)

Menulis Menyelamatkan Hidup Saya

Oleh: Caryn Mirriam-Golberg, Ph.D.

"Saya berusia 14 sewaktu duduk di tangga beton depan apartemen sahabat karib saya yang segera akan menjadi mantan sahabat saya. Kami baru saja bertengkar hebat. Di rumah, kedua orangtua saya menghadapi perceraian terburuk abad ini, (begitulah pikir saya) telah membuat batas dengan membagi dua rumah kami, dan saya tidak yakin harus berada di sisi mana. Saya pikir, hidup saya hancur, dan saya tidak tahu harus berbuat apa."


"Maka saya pun mulai menulis."


Puisi pertama saya, tidak mengherankan, yaitu tentang bagaimana seseorang dapat berubah menjadi sangat kejam. Begitu pula dengan puisi saya yang kedua dan yang ketiga. Namun, saya mulai merasa ketakutan saya berkurang, tidak terlalu merasa sendiri. Saya menyukai perasaan ini, maka saya pun terus menulis.


Saya percaya, dengan menuangkan pikiran, mencegah saya terlalu banyak berpikir untuk bunuh diri di saat-saat sulit dan sedih. Sebagai seorang remaja, saya bertanya-tanya, apakah saya layak hidup, dan menulis membantu saya memahami luka hati saya.


Menulis membantu saya untuk berkonsentrasi dengan menunjukkan kepada saya mengenai cara melamun yang lebih baik -- dan di atas kertas. Menulis juga membantu saya dalam memahami banyak mata pelajaran di sekolah.


Menulis, ketika itu dan sekarang, membantu saya merasakan- kadang-kadang sakit, sering kebingungan, selalu bimbang, dan sekali- sekali benar-benar gembira.


Selama 25 tahun terakhir, saya terus menulis -- kadang cepat dan tidak rapi, kadang selambat lalulintas yang macet. Kini, saya punya rak-rak yang dipenuhi catatan harian, dan laci-laci yang dipenuhi puisi, esai, cerita, dan surat-surat. Menulis telah menyelamatkan hidup saya.


Menulis membuka hati saya, dan dalam prosesnya, saya mulai menemukan diri saya sendiri. Yang terpenting, menulis membawa saya pulang. Saat mengisi catatan harian, saya merasa hidup ini berarti. Saya merasa menjadi bagian dari halaman-halaman kertas itu dan merasa diterima di sana. Tak seorang pun dapat merebut perasaan ini dari saya.