Friday, December 14, 2007

Satu Setengah Abad Atlantic Monthly

Oleh: Ulil Abshar-Abdalla – Dept. of Near Eastern Languages and Civilizations Harvard University


Di tengah kesibukan kuliah, biasanya saya berusaha curi waktu untuk nikmati "refreshment" dengan membaca sejumlah majalah "aneh" yang saya sukai sejak lama, seperti Atlantic Monthly, Harper's, dan The New Yorker. Tadi malam, saya menikmati kesempatan yang sangat istimewa, yaitu menghadiri peringatan 1,5 abad terbitnya majalah Atlantic Monthly di sebuah gereja milik jemaat Unitarian-Universalist di seberang kampus Harvard, yakni First Parish Church.


Bagi masyarakat Boston, terutama kalangan yang menyukai pertukaran ide-ide, Atlantic adalah sangat istimewa. Majalah ini terbit pada 1857, dan pelan-pelan menjadi semacam "ikon intelektual" bagi masyarakat di New England. Penggagas awal majalah ini adalah sejumlah "intelektual publik" Amerika terkemuka, seperti penyair Emerson, Henry W. Longfellow, dan James R. Lowell. Ketiganya dikenal dalam sejarah sastra sebagai tonggak puisi romantik.


Umumnya, majalah “budayawan" terbit di kawasan Manhattan, NY, seperti New Yorker, Harper's, atau New York Review. Atlantic Monthly adalah satu-satunya yang terbit di luar kota New York, dan salah satu yang tertua di Amerika. Layak sekali kalau majalah ini menjadi kebanggaan kota Boston.


Selama puluhan tahun, Atlantic berkantor di "down-town" Boston, 77 North Washington St, -sebuah kawasan bersejarah. Atlantic menjadi terkenal karena terbitkan sejumlah artikel yang dikenang sebagai tonggak-tonggak perdebatan gagasan dalam dunia intelektual. Di sanalah, sejumlah artikel penting terbit untuk pertama kali, seperti "Letter from Birmingham Jail" tulisan Martin Luther King, Jr., dan artikel sejarawan gaek, Bernard Lewis yang sudah pasti dibaca oleh banyak sarjana Muslim di mana-mana, "The Root of Muslim Rage".


Sejumlah penulis terkenal yang pernah menulis di Atlantic hadir malam itu, salah satunya adalah Barbara Dafoe Whitehead. Ia dikenal dengan artikelnya yang menjadi bahan pembicaraan di mana-mana pada th 1993, "Dan Quayle was Right". Dan dilanjutkan dengan sebuah buku yang juga sangat terkenal, "Why There No Good Men Left" yang membahas soal sulitnya perempuan Amerika paska generasi "baby boom" untuk mencari suami yang "pas".


James Fallows, penulis "The Fivety-First State" yang terbit 6 bulan sebelum invasi Amerika ke Irak dan menjadi terkenal karena merupakan semacam ramalan tentang sejumlah dilema dan kesulitan yang akan dihadapi oleh Amerika setelah Irak berhasil diduduki. Malam itu, Fallows bercerita panjang lebar tentang proses penulisan artikel itu yang memakan waktu berbulan-bulan, melibatkan wawancara dengan ratusan politisi, intelijen, dan kalangan akademik di Washington D.C.


Robert Kaplan nulis artikel pada Februari 1994, "The Coming Anarchy" (http://dieoff. org/page67. htm). Konon, Pres. Clinton menganjurkan seluruh staf gedung putih agar menjadikan artikel tersebut sebagai bacaan wajib. Malam itu, Kaplan datang sebagai pembicara, dan menyampaikan rasa syukur yang tak habis-habisnya kepada pihak Atlantic karena menyediakan ruangan bagi para reporter seperti dirinya untuk nulis reportase yang mendalam, tanpa terjebak dalam kedangkalan reportase media massa pada umumnya. Seluruh artikel terbaik yang pernah muncul di Atlantic dikumpulkan serta diedit oleh Robert Vare, dan terbit dengan judul "The American Idea".


Dalam perjalanan pulang menuju ke stasiun kereta di Havard Sq, di tengah hujan yang turun tak henti-hentinya sejak sore, saya tak habis menyimpan rasa takjub: bagaimana mungkin sebuah majalah/jurnal terbit selama 1½ abad, menampung gagasan-gagasan besar yang membentuk sebuah bangsa. Saya berkata dalam hati: seandainya jurnal "Perhimpunan Indonesia" yang diterbitkan oleh Mohammad Hatta di Belanda pada th 20an bertahan hingga kini; seandainya jurnal Prisma yang terbit th 70an hidup terus; seandainya, seandainya.


Di negeri saya sendiri, jurnal-jurnal ide bertumbangan, berumur pendek, cepat lapuk, persis sepeti bangunan tua yang sekarang dirobohkan di mana-mana, digantikan pusat-pusat perbelanjaan yang gemerlap. Sebuah bangsa hidup dan bertahan, antara lain, karena ide, karena pertukaran gagasan, karena eksperimen mental--keyakinan yang saya kira dihayati dengan mendalam oleh Ralph Waldo Emerson, seorang romantik besar.

Menumbuhkan Budaya Menulis Pada Anak

Oleh: Puji Arya Yanti

Kegiatan menulis merupakan hal yang baik dilakukan oleh anak. Saat nulis, anak menciptakan sesuatu, yang juga berarti melontarkan pertanyaan-pertanyaan, mengalami keraguan dan kebingungan, sampai akhirnya menemukan pemecahan. Ketika proses kreatif tersebut semakin dilatih, anak akan semakin mudah untuk mengalihkan keahliannya kepada bidang lain yang juga membutuhkan solusi kreatif, seperti sekolah maupun kegiatan-kegiatan lainnya.


Manfaat nulis adalah bahwa anak dapat:

1] menyatakan perasaannya tentang apa yang dialami dalam tulisan.

2] menyatukan pikiran ketika menuangkan ide dengan kata-kata.

3] menunjukkan kasih kepada sesama, misal dengan nulis surat ucapan terimakasih atau ultah.

4] meningkatkan daya ingat dengan cara nulis informasi tentang sesuatu.


Ketika anak baru mulai nulis, anda tidak perlu ajarkan tata bahasa pada anak. Pengetahuan ini sifatnya berkembang sehingga bisa dikuasai anak sedikit demi sedikit.


Menuntut kesempurnaan tulisan anak adalah kerangka berpikir yang buruk. Hal ini tidak hanya menyingkirkan kreativitas dan keceriaan, tapi juga bisa timbulkan kelumpuhan besar bagi penulis. Gunakan kata-kata pujian dengan efektif untuk memotivasi anak dalam nulis.


Satu hal yang juga perlu dihindari adalah membaca tulisan anak tanpa seizin mereka. Jangan pernah lakukan hal itu! Tunjukkan saja kalau Anda tertarik dengan tulisan mereka dan untuk membacanya, bertanyalah terlebih dulu, dan jangan memaksa atau mencuri-curi baca. Selain itu, jangan menyensor tulisan anak. Bersyukur dan bergembiralah saja karena anak memperlihatkan tulisannya. Itu berarti mereka mempercayai Anda.


Berikut ini 4 contoh kegiatan yang bisa dikerjakan:

1. Nulis Puisi. Merupakan cara yang mudah untuk memulai usaha menumbuhkan budaya nulis pada anak. Puisi bisa menggugah rasa kebahasaan lewat permainan dengan kata-kata dan struktur kalimat.


2. Nulis Kalimat Deskripsi. Caranya, anak nuliskan kalimat-kalimat deskripsi dari gambar-gambar yang mereka miliki. Misal, gambar kuda. Ajak anak menjelaskan seekor kuda lewat tulisan. Tulisan tersebut bisa dipasang di bawah gambar kuda yang dimiliki anak.


3. Nulis Doa. Ini dapat menolong anak untuk lebih mengerti permohonan doa yang disampaikan dan mengatur cara penyampaian idenya dan sekaligus juga dapat menolong anak-anak untuk mengetahui bagaimana Allah menjawab doa-doa mereka.


4. Nulis Jurnal, Diari atau Catatan Harian adalah aktivitas nulis yang baik bagi anak. Ini bisa menciptakan hubungan intim antara anak dan kegiatan tulis-nulis.


Beberapa penulis cilik yang muncul akhir-akhir ini buktikan bahwa budaya nulis mulai diminati oleh anak. Sebut saja Izzati, yang dinobatkan sebagai novelis termuda oleh MURI. Juga Ataka A.R., yang telah buat dua novel. “Jangan pernah takut salah atau takut cerita kita jelek. Dan jangan menanti mood datang, tapi kitalah yang harus menciptakan mood itu,” ujarnya.


Sebuah stimulus yang bagus jika banyak penerbit yang mau terbitkan karya dari penulis anak-anak, yang notabene adalah calon penulis di masa datang, maka kita patut sambut gembira. Selamat mendukung anak Anda dalam proses kreatif yang sedang mereka ciptakan.

Penawaran Hak Menerbitkan AEIOU

Dengan ini pengurus AEIOU membuka kesempatan bagi siapa saja yang mau meneruskan terbitnya buletin AEIOU (versi cetak) setelah edisi yang terakhir, 13, diterbitkan. Syaratnya adalah sudah percaya Kristus dengan sungguh sepenuh hati, bukan dengan hati-hati, patah hati, tigaperempat hati, setengah hati, seperempat hati, atau apalagi kurang hati beberapa gram dari itu. Lalu sangat mencintai dunia tulis menulis dan memunyai keyakinan bahwa pelayanan ini sungguh berguna untuk kemajuan Kerajaan Allah.


Kemudian memunyai kemampuan menerbitkan buletin AEIOU ini secara mandiri, mantap, berani rugi, tidak cengeng, nangisan, marah-marah, ngomel atau banyak alasan. Terakhir, mau menyerahkan dengan legawa tanpa rasa Post Power Syndrome, Hak Penerbitan AEIOU ini kelak jika sudah merasa tidak mampu lagi, atau ada pihak lain yang dirasa lebih mampu. Pendaftaran dimulai sekarang ini sampai medio Januari, siapa cepat mungkin dapat, siapa lambat jangan mengumpat! Anda bisa mengirimkan keinginan itu kepada editor via apa saja. Editor berhak memilih yang satu dan menolak yang lain tanpa dibebani oleh protes, omelan, ganggugugat, gerutuan, atau tuntutan hukum. Saat edisi terakhir, akan diumumkan pemegang saham terbaru, atau usaha pelayanan buletin AEIOU ini ditutup. Oke, silakan bergumul!

Saat Tugas Hampir Usai

AEIOU-cetak edisi depan adalah yang terakhir. Saat itu, saat no. 13 terbit, adalah usai juga tugas kami menerbitkan buletin ini dalam misi mengantar para penulis Elyon menuju pintu gerbang kemerdekaan kepenulisan nirbatas. Bahwasanya penghargaan diberikan untuk memacu dan menginspirasi kita untuk melihat wawasan dan luasan cakrawala yang terbentang bagi dunia kepenulisan warga Elyon tanpa dihalangi dan dibebani oleh ambisi diri tapi oleh cita-cita pribadi yang penuh kasih yang dilandasi oleh semangat injili dan perjuangan kepada kebenaran, kebebasan, keadilan, dan kedamaian bagi seluruh bumi. Hip hip huraahh…! (boleh hureeehh…! atau horaaahh…!, tergantung kebiasaan dan tradisi). Oh ya, AEIOU edisi weblog akan terus berjalan